TINGKATAN PUASA MENUJU TAQWA

today March 31, 2023 account_circle Arifin Ismail

 

“ Hai orang yang beriman diwajibkan bagi kamu untuk berpuasa sebagaimana diwajibkan kepada orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa “ ( QS. Al Baqarah : 183 )

Tujuan akhir dari menjalankan puasa di bulan ramadhan adalah untuk menjadi orang yang bertaqwa sebagaimana dinyatakan ayat 183 dari surah al Baqarah : “ Hai orang yang beriman diwajibkan bagi kamu untuk berpuasa sebagiaman diwajibkan kepada orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang bertaqwa “ ( QS. Al Baqarah : 183 ). Di dalam al Quran juga dijelaskan bahwa ada tingkatan taqwa, dari bertaqwa sesuai dengan kemampuan untuk melakukannya “ bertaqwalah kamu kepada Allah menurut apa kemampuanmu “ ( QS. At taghabun : 16 ) dan taqwa dengan sebenar-benar taqwa “ Hai orang yang beriman bertaqwalah kamu dengan sebenar-benar taqwa “ ( QS. Ali Imran : 102 )

Oleh karena itu, Imam Ghazali membagi puasa itu ada tiga tingkatan yaitu puasa umum ( puasa tingkat dasar ), puasa khusus ( puasa tingkat menenengah ) dan puasa khawasus khawas ( puasa khusus dari yang khusus, atau puasa super khusus atau puasa tingkat tertinggi ). Puasa umum menurut Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumuddin adalah mencegah perut dan kemaluan daripada memenuhi keinginan, ataumencegah diri dari segala sesuatu yang membatalkan puasa, seperti makan minum, dan berhubungan seksual dengan pasangan yang sah selama dalam masa sedang berpuasa dari  waktu shalat subuh, sampai terbenam matahari.  Puasa Khusus adalah mencegah dari hal yang membatalkan puasa, ditambah juga dengan mencegah pendengaran, penglihatan, lidah, tangan, kaki dan anggota badan darisegala bentuk  dosa. Adapun puasa khawasul khawas, super khusus adalah puasa dari segala yang membatalkan puasa, juga puasa pendengaran, penglihatan, puasa lidah, tangan, kaki dan anggota badan, ditambah lagi dengan puasa hati dari segala keinginan yang tidak baik lagi hina, dan  dari keinginan dunia serta puasa pemikiran   keduniaan yang dapat mencegah dirinya daripada hati  untuk mengingat   Allah Taala dan puasa dari segala pemikiran yang  tidak mengikut petunjuk Allah dan tidak tertuju kepada Allah Taala. Inilah tingkatan puasa tertinggi  yang dilaksanakan oleh para rasul, nabo, orang yang shiddiq dan muqarrabin.

Puasa khusus biasanya dilakukan oleh orang yang saleh dimana dalam berpuasa dia juga menjaga dirinya dari perbuatan dosa. Imam Ghazali dalam rahasia puasa itu menjelaskan bahwa untuk mencapai puasa khusus ini ada enam perkara yang dilakukan. Pertama mencegah dirinya dari segala penglihatan yang tercela, baik pandangan yang diharamkan, dimakruhkan atau penglihatan yang dapat membimbangkan dan melalaikan hati daripada mengingat Allah. Hal ini berdasarkan hadis nabi : “ Pandangan itu adalah panah beracun dari Iblis yang telaj dilaknat Allah, maka barangsiapa yang meninggalkan sesuatu pandangan karena takut kepada Allah, niscaya akan diberikan Allah cahaya keimanan, yang akan dirasakannya di dalam hatinya “. ( Riwayat Hakim dalam sahihnay )

Kedua adalah puasa lisan yaitu mencegah diri dari perkataan dusta, menghina, memfitnah, berkata yang tidak baik, berkata yang merenggangkan hubungan, berkata yang dapat menimblkan pertengkaram dan permusuhan, perkataan yang menmgandung sombong dan riya, dan perkataan yang sia-sia. Rasulullah saw bersabda : “ Sesungguhnya puasa itu benteng, maka apabila seseorang itu berpuasa, janganlah ia berkata keji dan berkata seperti perkataan orang yang bodoh,  dan kalua ada orang yang memakinya, maka katakanlah kepada orang tersebut bahwa : aku sedang berpuasa “ ( Hadis sahih riwayat Bukhari Muslim ) Seorang Tabiin ( generasi setelah sahabat ) Bernama Mujahid ( w.722 m )  berkata : “ Dua perkara yang merusak puasa adalah memfitnah dan berdusta “.  Tabiut tabiin, Sofyan Sauri ( w.778 m ) juga berkata : “ Memfitnah itu dapat merusak puasa “.

Ketiga adalah mencegah pendengaran dari mendengar segala suara yang haram didengar dan juga makruh, karena setiap sesuatu yang haram diucapkan, maka juga haram didengar.Rasulullah saw bersabda : Orang yang menfitnah dan orang yang mendengar perkataan fitnah itu Bersama-sama berada  dalam dosa  ( Riwayat Thabrani ) . Oleh sebab itu di dalam al Quran dinyatakan bahwa mendengar sesuatu yang haram disamakan dengan memakan benda yang haram “ Mereka itu suka mendengar untuk berdusta dan memakan makanan yang haram “ ( QS. Al Maidah : 42 ). Dalam al Quran juga ditanyakan : “ Mengapa mereka tidak dilarang oleh ulama mereka dari mengucapkan perkataan yang dosa dan memakan makanan yang haram “ ( QS. Al Maidah : 63 ). Rasulullah saw bersabda : Siapa yang tidak dapat meninggalkan perkataan yang palsu, dan perbuatan yang buruk, dan perkataan serta perbuatan orang yang bodoh maka Allah tidak perlu kepada puasa kepada puasanya yang meninggalkan makan dan minum “ ( Hadis sahih, riwayat Bukhari )

Keempat adalah mencegah seluruh anggota badan, tangan dan kaki, dari segala sesuatu yang berdosa, dan perbuatan yang haram. Jika seseorang yang berpuasa melakukan perkara yang haram, seperti berpuasa tetapi berbuka dengan sesuatu makanan yang haram maka itu bagaikan seeorang yang membangun istana tetapi menghancurkan kota sedangkan istananya berada di kota yang dihancurkannya tersebut. Rasulullah saw bersabda : barapa banyak orang yang berpuasa tetapi dia tidak mendapat apapun dari puasanya kecuali hanya mendapatkan lapar dan dahaga  ( Hadis Riwayat Nasai ). 

Kelima, yaitu tidak melakukan pembaziran dalam makanan yang halal pada sat berbuka puasa, sebab diantara tujuan berpuasa adalah dapat menahan hawa nafsu makan, minum dan nafsu syahwat. Berpuasa itu melatih diri dalam mengontrol makan dan minum, maka sesuatu yang tidak etis jika seseorang yang telah dilatih untuk menahan makan dan minum yang halal, tetapi sewaktu berbuka dia tidak dapat menahan dirinya dari makanan halal yang berlebih-lebihan sehingga menjadi perbutan yang membazir, padahal Allah telah mengingatkan hambaNya terhadap sikap membazir “ Sesungguhnya  orang yang berlebih-lebihan dari sesuatu yang dibolehkan  itu adalah kawan dari  syetan “ ( QS. Al Isra : 27 )
Keenam, seorang yang telah berbuka berpuasa dia memiliki perasaan cemas dan takut jika puasa yang dilakukannya siang hari itu tidak diterima Allah, maka dia akan berada antara takut dan harap, dia takut jika puasanya pada siang hari itu tidak diterima Allah tetapi pada saat yang sama dia tetap  berharap agar puasanya dapat diterima Allah Taala. 

Terdapat sebuah kisah, dimana ada dua orang perempuan mengutus utusan mereka kepada Nabi Muhammad saw untuk meminta izin kepada nabi agar mereka mendapat keringanan untuk  membatalkan puasanya karena mereka merasa sangat lapar dan tidak kuat lagi untuk meneruskan puasa mereka disebabkan sesuatu yang terpaksa. Setelah utusan menyampaian keinginan dari beberapa perempuan tersebut maka Nabi Muhammad saw melalui utusan tersebut mengirimkan kepada keduanya sebuah bejana, dan nabi berkata kepada utusan : Katakan kepada kedua perempuan itu “ Muntahkan apa yang ada di dalam mulutmu “. kedua perempuan itu disuruh untuk memuntahkan apa yang ada di dalam mulut mereka berdua, maka keduanya memuntahkan apa yang ada di mulutnya, yang keluar dari mulut keduanya darah dan daging, maka heranlah utusan dengan kejadian tersebut. Rasulullah saw kemudian berkata : “ Kedua perempuan ini telah berpuasa dari apa yang dihalalkan tetapi berbuka dengan apa yang diharamkan Allah, dimana salah seorang dari mereka itu walau berpuasa tetapi masih terus melakukan ucapan fitnah, sehingga daging dan darah yang keluar dari mulutnya itu adalah akibat dari perbuatan menyebarkan fitnah”.  ( Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim ). Hal ini sesuai dengan firman Allah bahwa memfitnah itu sama seperti memakan daging bangkai orang lain “ Dan janganlah sebagian kamu itu memfitnah sebagian yang lain apakah kamu suka jika sebagian kamu itu memakan daging bangkai dari kawanmu yang lain ? “ ( QS. Al Hujurat : 12 ).

Demikianlah tingkatan puasa menurut Imam Ghazali, mari kita tingkatkan puasa kita dari puasa umum menjadi puasa khusus, meningkat dari hanya puasa makan minum, dan nafsu syahwat menjadi puasa pendengaran, penglihatan, puasa anggota badan dari seluruh perkara yang diharamkanb bahkan puasa dari segala yang makruh dan melalaikan sehingga taqwa kita meningkat menjadi taqwa yang sebenar-benar taqwa. Fa’tabiru Ya Ulil albab.

Buletin

Share This