QURBAN, IBADAH DAN SOSIAL
QURBAN, IBADAH DAN SOSIAL
“ Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah “ ( QS. Al Kautsar/108 : 2 ).
Qurban berasal dari bahasa Arab “ qa-ra-ba”, yang artinya mendekatkan diri kepada sesuatu. Dalam definisi hukum fiqih Qurban atau Tadhiyah adalah : “ Menyembelih hewan tertentu pada waktu yang telah ditentukan dengan niat ibadah taqarrub ( pendekatan diri ) kepada Allah Taala. “. Disebut dengan hewan tertentu, sebab ibadah qurban hanya kepada menyembelih hewan tertentu yaitu kambing, sapi d an unta. Dimaksudkan hanya pada waktu tertentu sebab penyembelihan qurban hanya pada waktu setelah shalat Idul Adha pada 10 Dzulhijjah, dan dilanjutkan sampai kepada tanggal 13 DulHijjah. Jika hewan itu disembelih di luar waktu tersebut maka tidak dinamakan qurban, demikian juga jika hewan yang disembelih bukan terdiri dari hewan kambing, sapid an unta, maka penyebelihan itu juga tidak termasuk qurban.
Ibadah Qurban itu disyariatkan pada tahun kedua daripada Hijrah, sama dengan mula disyariatkannya ibadah zakat dan shalat hari raya. Dalil atas hukum Qurban terdiri dari ayat al Quran dan Hadis Nabi. Dalam al Quran disebutkan : “ Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqurbanlah “ ( QS. Al Kautsar/108 : 2 ). “ Dan Kami jadikan unta itu untuk dihadiahkan kepada kaum faqir dan miskin “ ( QS. Al Hajj /22: 36 ). Dalam hadis lain juga disebutkan : “ Tidak ada amalan anak Adam pada Hari Raya Qurban yang lebih disukai oleh Allah selain daripada menumpakan darah hewan qurban. Pada hari kiamat kelak dia akan datang dengan segala tanduk, kuku dan bulunya. Darahnya akan menetes di satu tempat di sisi Allah sebelum darah itu menetes ke atas bumi. Oleh karena itu lakukanlah qurban tersebut dengan sebaik-baiknya “ ( riwayat Hakim, Ibnu Majah, dan Tirmidzi ). Dalam hadis lain sahabat nabi Anas radhiyallahu anhu berkata : “ Rasulullah telah berqurban dua ekor kibas yang putih dan bertanduk. Aku menyaksikan baginda meletakkan kakinya diatas belakang leher hewan tersebut sambil mengucapkan bismillah dan bertakbir, kemudian baginda menyembelih sendiri kedua hewan tersebut “. Hadis riwayat jamaah dari perawi hadis.
Hukum Ibadah Qurban bagi ulama mazhab Hanafi adalah sunat muakkad sedangkan bagi mazhab Syafii hukumnya adalah sunat bagi setiap orang sekali seumur hidup, dan juga merupakan sunat kifayah yaitu ibadah sunat dimana jika dilakukan oleh seseorang dari keluarga dalam satu rumah, maka memadai untuk mencakupi ahli keluarga yang lain. Secara umum, Jumhur ulama menyatakan bahwa hukum ibadah Qurban adalah sunat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis : “ Aku perintahan untuk berqurban, dan itu merupakan perkara yang sunat bagi kamu “ ( riwayat Tirmidzi ). Sedangkan ulama Hanafi menyatakan sunat muakkad sebab ada hadis : “ Siapa yang memiliki kelapangan dalam rizki dan dia tidak berqurban, maka janganlah dia menhampiri masjid kami ini “ ( hadis riwayat Ahmad, Ibnu Majah ). Sedang ulama mazhab Syafii menyatakan sunat kifayah, berdasarkan dalil hadis dari Mikhdam bin Sulaym yang menyatakan : “ Kami wukuf bersama Rasulullah, dan aku mendengar Rasulullah bersabda : “ Wahai sekalian manusia, kepada setiap ahli keluarga satu ibadah qurban pada setiap tahun “ ( Hadis riwayat Ahmad, Ibnu Majah ).
Ulama sepakat bahwa hewan yang disembelih untuk ibadah qurban adalah hewan ternak yang disebut dalam bahasa arab dengan “ al ‘an’am “, sebab dalam alQuran disebutkan : “ Dan bagi tiap-tiap umat Kami syariatkan ibadah ibadah menyembelh qurban supaya mereka menyebut nama Allah sebagai bersyukur atas karuniaNya kepada mereka, dan hewan itu daripada hewan “ an’am”, yaitu binatang ternak “(QS. Al hajj : 34 ). Oleh sebab itu ulama menganbil kesimpulan bahwa binatang ternak itu adalah : hewan unta, sapi, kerbau, dan semua jenis kambing, seperti kambing biasa, biri-biri atau domba baik jantan maupun betina. Qurban dari jenis hewan kambing hanya untuk seorang, sedangkan qurban dari jenis sapi d an unta untuk tujuh berdasarkan hadis dari sahabat Jabir : “ Kami berqurban bersama Rasulullah semasa di Hudaybiyah dengan seekor unta atau seekor sapi untuk tujuh orang “. ( riwayat Jamaah ). Dalil qurban kambing untuk satu orang, dinyatakan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim : “ Bahwa Nabi Muhammad telah berqurban dengan seekor kibasy untuk Muhammad dan keluarganya dan baginda menyembelih dua ekor kibasy yang puth dan bertanduk. Salah satunya adalah untuk Muhammad dan umatnya “. Abu Ayub juga telah menceritakan bahwa pada sahabat berqurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan juga keluarganya.
Hewan qurban disyariatkan hewan yang sehat tidak berpenyakit sebagaimana hadis nabi : “ Empat perkara yang tidak boleh ada pada hewan qurban : mata yang sanat kabur pandangannya, mempunyai penyakit yang jelas, timpang sehingga menonjolkan tulang rusuknya, sngat kurus sehingga tidak ada lemak sama sekali “ ( riwayat lima dari perawi hadis ). Ali bin Abi Thalib berkata bahwa Rasulullah menyuruh kami supaya memeriksa mata dan telinga binatang qurban dan supaya kami tidak memilih hewan qurban yang terpoting telinganya sehingga terjuntai atau telinga berlubang panjang atau bulat “ ( riwayat Ahmad ). Dalam hadis lain disebutkan : “ Sebaik-baik hewan qurban adalah hewan yang bertanduk “ ( riwayat Hakim ).
Hukum Sunat bagi orang yang berqurban untuk tidak bercukur dan tidak memotong kukunya setelah datang bulan Dzul Hijjah sehingga dia selesai menyembelih qurban, disebabkan hadis Rasulullah : Apabila kamu melihat anak bulan Dzul Hijjah dan diantara kamu ada yang mau berqurban maka hendaklah dia membiarkan rambut, bulu dan kukunya “ ( riwayat Jamaah kecuali Bukhari ). Dari hadis ini disimpulkan bahwa adalah sunat tidak memotong, bukan wajib sebagaimana didakwa sebagian orang dan tidak berdosa jika orang yang akan menyembelih itu memotong rambut, bulu dan kuku sebab ada hadis yang lain dinyatakan oleh Aisyah bahwa : “ Saya memintal tali tanda untuk hewan qurban Rasulullah, kemudian baginda mengikatnya sendiri dengan tangannya lalu baginda mengantarnya. Baginda tidak mengharamkan ke atas dirinya apapun perkara yang telah dihalalkan oleh Allah untuknya sehingga dia menyembelih hewan qurbannya “ ( riwayat Jamaah kecuali Bukhari ). Malahan , Ulama Hanafi tidak sependapat dengan dilarangnya potong rambut, bulu dan kuku bagi yang akan berqurban, sebab menurut mereka, sebab orang yang akan berqurban tidak diharamkan untuk melakukan hubungan suami – isteri dan tidak diharamkan memakai pakaian berjahit sebagaimana orang yang berihram ( Fiqih Islami wa adilatuhu, jilid 3, hal.719 )
Daging qurban itu boleh dimakan bagi orang yang berqurban dan juga disedekahkan sebagaimana dinyatakan dalam hadis : “ Rasulullah memberi makan keluarganya sebanyak sepertiga, dan memberi makan jiran yang faqir miskin sebanyak sepertiga dan bersedekah untuk yang meminta sebanyak sepertiga “ ( hadis hasan ). Al Quran juga menyatakan : “ Makanah sebagian daripada hewan qurban, dan berilah makan kepada mereka yang rela dengan keadaannya tanpa meminta-minta dan kepada mereka yang meminta “ ( QS. Al Hajj : 36 ).
Kulit hewan qurban, lemak, daging, kaki, kepala, dan bulu hewan qurban haram dijual berdasarkan hadis nabi : “ Siapa yang menjual kulit hewan qurban, maka tidak ada pahala qurban untuknya “ ( hadis ahih riwayat Hakim ). Malahan ulama berpendapat, bahwa bagian mana saja dari hewan qurban tidak boleh diberikan kepada tukang sembelih sebagai upah sebagaimana diriwayatkan oleh Sayidina Ali : “ Aku telah diperintahkan oleh Rasulullah supaya berada di atas badan unta sewaktu akan menyembelih dan juga diperintahkan supaya membagi-bagikan kulit serta kain tutupnya. Aku dilarang memberikan sedikitpun daripadanya kepada tukang sembelih “, beliau melanjutkan : “ Kami berikan kepadanya yanglain daripada yang ada pada kami “ ( hadis riwayat Muttafaq alaihi ). Tetapi tidak menjadi kesalahan jika tukang sembelih diberikan sebagian daripada hewan qurban karena kemiskinan atau sebagai hadiah sebagaimana orangyang lain, bahkan lebih patut untuk menerimanya sebab dia telah ikut menyembelih hewan tersebut.
Orang yang berqurban juga boleh menggunakan kulit binatang qurbannya untuk dijadikan pakaian atau kemah, sebabisteri nabi, Siti Aisyah r.a telah menggunakan kulit hewan qurbannya sebagai tempat air minum. Dari hadis ini dapat diambil kesimpulan bahwa apapun dari hewan qurban tidak boleh dijual tetapi boleh dipergunakan sebagaimana Aisyah mempergunakan kulitnya yang dipakai tempat air minum. Oleh sebab itu sudah layak kita berpikir agar segala sesuatu yang tersusa dri hewan qurban seperti tulang, kulit, tidak dibuang atau ditanam tetapi dipergunakan malahan dapat diproduksi untuk sesuatu yang bermanfaat.
Sepatutnya hewan qurban juga diternak oleh orang muslim, di beli oleh orang muslim, sehingga perintah qurban tersebut dapat merangsang pertumbuhan ekonomi umat Islam, sehingga jangan sampai umat Islam yang menyembelih hewan qurban tetapi orang kafir yang mendapat keuntungan, sebab hewan qurban tersebut kita beli dari peternakan hewan yang dimiliki oleh orang kafir. Padahal hukum fikih menyatakan : “ Perintah untuk melakukan sesuatu yang wajib, juga perintah untuk sesuat yang sampai kepada yang wajib “ ( al amr lil wujub al amru bi wasailihi ). Perintah untuk menyembelih hewan qurban juga perintah untuk beternak hewan qurban tersebut. Semoga kita dapat menjalankan ibadah qurban dan dengan ibadah qurban itu dapat merentas kefakiran dan meningkatkan ekonomi dan kesejahteraan umat. Fa’tabiru Ya Ulil albab.
Buletin
Komentar