No. 1404 Perpindahan Kiblat

 

“ Dan sesungguhnya pemindahan kiblat itu adalah terasa sangat berat kecuali bagi orang telah diberi petunjuk Allah ( QS. Al Baqarah : 143 )

Pada tanggal lima belas Sya’ban ada suatu peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Islam, yaitu peristiwa perpindahan kiblat dari Masjidil Aqsha ke Masjidil Haram yang terjadi pada tahun kedua Hijrah. Sebagaimana diketahui bahwa sewaktu Nabi Muhammad berada di Makah, Nabi dan kaum yang beriman di Madinah shalat menghadap ke Ka’bah. tetapi   sewaktu Rasulullah Hijrah ke Madinah, Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk shalat menghadap ke Baitul Maqdis, diharapkan dengan peralihan kiblat ke  Baitul Maqdis dapat menarik umat yahudi madinah untuk memeluk agama Islam. Tetapi ternyata dengan kiblat menghadap ke Baitul Maqdis, umat yahudi mengejek kaum muslimin dengan mengatakan bagaimana ajaran Muhammad ini, dia menyatakan ajaran kita salah, padahal dia menghadap shalat menghadap ke Baitul Maqdis. Malahan mereka mendakwa bahwa agama mereka ( agama yahudi ) adalah benar sebab Nabi Muhammad dan umatnya beribadah menghadap Baitul Maqdis. Para sahabat mengadukan sikap yahudi tersebut kepada Nabi Muhammad. saw. Tetapi Rasulullah menyuruh mereka tetap bersabar. Rasulullah berdoa kepada Allah agar mengabulkan permintaan umat Islam pada waktu itu dan menunggu dengan sabar akan petunjuk Allah atas permasalahan tersebut.

Lebih dari tujuh belas  bulan umat islam beribadah menghadap ke Baitul Maqdis, maka tepat pada tanggal 15 Sya’ban tahun ke dua Hijrah turun ayat : “ Kami telah melihat kamu ( hai Muhammad) berulang kali menadah ke langit, maka Kami benarkan kamu untuk berpaling menghadap kiblat kiblat yang kamu sukai, maka oleh sebab itu hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dimana saja kamu berada maka hadapkanlah wajahmu ke arahnya. Sesungguhnya mereka ( orang yahudi dan Nasrani ) yang telah diberikan kepada mereka (kitab Taurat dan Injil )mengetahui bahwa sebenarnya perintah menghadap kiblat ( ke Masjidil Aqsha ) itu adalah perintah yang benar daripada Tuhan mereka dan Allah sekali-kali tidak lupa dengan apa yang mereka lakukan “ ( QS. Al Baqarah : 144) . Menurut Abu Hatim al Busti  “ kaum muslimin salat menghadap Baitul Maqdis selama 17 bulan 3 hari yaitu bermulansejak hari senin 12 Rabiul Awal tahun pertama Hijrah sampai hari Selasa 15 Sya’ban tahun kedua Hijrah “.  

Ibnu Saad dalam kitab at Tabaqat meriwayatkan bahwa Rasulullah sedang berkunjung ke rumah Ummu Bashir bin Al Al Barra’ bin Al Ma’mur di perkampungan Bani Salamah. Barra’ bin Al Ma’mur adalah salah seorang dari diantara orang yang pertama berbai’at dengan Nabi pada Baiatul Aqabah, dan Nabi telah mengangkat Ummu Bashi, anak dari barra’ ini sebagai ketua Bani Salmah. Kedatangan Nabi dan sahabat sangat menggembirakan Ummu Bashirr sehingga dia  menyediakan hidangan kepada rombongan Nabi  tersebut. Apabila  masuk waktu shalat Dzuhur, maka Rasulullah dan para sahabat melakukan shalat dhuhur berjamaah di kampung tersebut. Pada mulanya Rasulullah shalat menghadap ke Baitul Maqdis, tetapi sedang nabi shalat, maka turunlah wahyu kepada Nabi memerintahkan agar merubah shalat ke Ka’bah . Setelah mendapat peritah peralihan kiblat tersebut, Nabi Muhammad sallahu alaihi wasallam terus merubah kiblat menghadap ke Ka’bah, dan para sahabat yang menjadi makmum juga mengalihkan kiblat mengikuti Rasululah, sehingga shalat dzuhur tersebut dilakukan dengan dua rakaat menghadap ke Baitul Maqdis, dan dua rakaat kemudian menghadap ke Ka’bah Baitullah. Di tempat nabi shalat itulah sekarang berdiri masjid Qiblatain ( Masjd dua kiblat ).

Ada riwayat lain dari Barra bin Azib yang mengatakan bahwa shalat pertama rasulullah menghadap kiblat ke Ka’bah adalah dalam shalat ashar. Sedang Abdullah bin Umar menyatakan bahwa pada waktu shalat di Masjid Quba, ada orang yang mengatakan bahwa kiblat telah berubah, maka jamaah subuh menghadap ke Ka’bah.

 Ibnu Hajar mengambil kesimpulan dari  ketiga pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa  perubahan kiblat shalat itu terjadi pada waktu nabi shalat dzuhur di kampung Bani Salamah, tetapi shalat pertama yang dilakukan dengan menghadap kibat ke Ka’bah dengan sempurna ( seluruh rakaat menghadap Ka’bah ) itu terjadi pada shalat ashar di masjid Nabawi di Madinah, dan shalat subuh pertama menghadap kiblat ke ka’bah secara sempurna adalah di Masjid Quba.

Setelah perubahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah dilakukan, maka kaum yahudi kembali memnebar isu “ Apakah yang menyebabkan orang Islam berpaling dari kiblat yang mereka hadapkan selama ini “. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka Allah menurunkan ayat : “  Orang-orang yang bodoh dari manusia  berkata : Apakah yang menyebabkan orang islam itu mengalihkan kiblat mereka dari arah yang selama ini mereka lakukan. Katakanlah Hai Muhammad, Barat dan Timur itu milik Allah,  Allah memberikan petunjuk kepada siapa saja yang  dikehendakiNya kepada jalan yang lurus ( QS. Al Baqarah : 142 ).  

“ Dan tiadalah kami jadikan kiblat yang engkau hadapkan dirimu kepadanya dahulu itu, melainkan untuk menguji siapakah dari mereka yang benar-benar mengikuti perintahmu dan siapa yang tidak mengikutimu. Dan sesungguhnya pemindahan kiblat itu adalah terasa sangat berat kecuali bagi orang telah diberi petunjuk Allah, dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia “ ( QS. Al Baqarah : 143 ).   

Dalam ajaran dan hukum Islam, kadang kala ada perubahan suatu hukum kepada hukum yang lain sepetti perpindahan kiblat dari Baitul Maqdis ke Ka’bah. Hal tersebut bagi orang yang beriman merupakan ujian atas mengikuti perintah Allah dan rasul. Dalam al Quran dijelaskan bahwa : “ Apa saja ayat yang kami batalkan, maka akan digantikan dengan ayat yang lain, ayat yang lebih baik dari ayat pertama atau ayat yang sama dengan yang pertama. Tidakkah kamu mengetahuni bahwa Allah itu maha Meha Berkuasa “ ( QS. Al Baqarah : 108 ).

Imam Fakhrudin ar Razi dalam menafsirkan ayat 143 dari surah al baqarah diatas menyatakan bahhwa pada saat awal Hijrah , Allah menguji orang beriman untuk shalat menghadap Baitul Maqdis, padahal sebelum itu mereka shalat menghadap Ka’bah. Setelah beberapa lama mereka shalat dengan menghadap  ke Baitul Maqdis, turun ayat perpindahan kiblat ke Ka’bah. Ini juga merupakan ujian keimanan, sebab menghadap ke Ka’bah atau ke baitul Maqdis, keduanya dilakukan karena perintah Allah, bukan karena kemuliaan Ka’bah atau Baitul Maqdis.

Dalam Islam, iman akan diuji dengan ketaatan kepada perintah Allah,  bukan dengan emosi dan perasaan. Pada waktu peralihan kiblat dari Ka’bah ke baitul maqdis, secara perasaan sangat berat, teapi karena perintah Allah, orang yang beriman akan tunduk dan taat. Demikian juga sewaktu peralihan dari baitul Maqdis kembali ke Ka’bah, secara perasaan akan bertanya-tanya kenapa Allah perintahkan kembali ke Ka’bah, padahal ini masalah kiblat shalat. Bagi orang beriman, selama itu merupakan perintah Allah tetap dilakukan bukan masalah perubahan yang terjadi.

Demikian juga jika pada hari ini ada sebagian orang yang bertanya-tanya kenapa fatwa ulama dari berbagai negara meniadakan shalat jamaah di masjid untuk menghindarkan diri dari terkena wabah dan penyakit, padahal shalat jamaah itu memiliki kelebihan pahala. Ulama telah memutuskan fatwa tersebut bukan dengan  main-main atau sesuka hati  tetapi dengan penuh pertimbangan dan pertanggungjawaban berdasarkan rujukan keilmuan, dan sebagai orang awam,  kita sepatutnya mengikuti fatwa sebab al Quran menyatakan “ Fas’alu ahludzzikri inkuntum la ta’lamun, tanyalah kepada orang yang berilmu jika kamu tidak mengetahui “ ( QS. An Nahl : 43 ) . Pada saat sekarang ini “ahludzikir” dalam hukum menghadapi wabah adalah kesepakatan antara ulama fikih dan dokter, bukan medsos atau lain sebagainya.  

Shalat berjamaah ke masjid itu  utama dan berpahala ganda , tetapi pada saat sedang berjangkitnya wabah penyakit maka shalat di rumah tidak ke masjid itu juga berpahala jika kita  tidak ke masjid  dengan niat kita mentaati perintah Allah “ janganlah kamu campakkan dirimu ke dalam kebinasaan ( QS. Al Baqarah : 195 ) dan mengikuti perintah Rasul   “ Larilah kamu dari wabah penyakit kusta  sebagimana kamu lari dari singa “ (Hadis riwayat Bukhari ).  Bagi seorang muslim, amal yang dilakukan bukan berdasarkan ikut perasaan tetapi harus berdasarkan ilmu tentang perintah dan RasulNya.  

Hal yang serupa juga pernah terjadi seorang wanita berkata kepada Rasulullah : Ya Rasulullah, aku ini utusan dari kaum wanita menanyakan jika jihad diwajibkan kepada kaum lelaki dan diberi pahala, sedangkan kami kaum wanita tidak diwajibkan jihad ? Rasulullah menjawab : Sampaikan kepada kaum wanita bahwa jika mereka taat kepada suami sama dengan jihad di jalan Alah “ ( Hadis riwayat Thabrani ).  Wanita merasa menyangka  tidak mendapat pahala sebab perintah berjihad hanya untuk lelaki, ternyata  bagi wanita, duduk di rumah, dan taat suami  juga mendapat pahala jihad fi sabililah karena lelaki berjihad itu karena mengikuti perintah Allah dan wanita duduk di rumah juga mengikuti perintah Allah, sehingga sama-sama mendapat pahala jihad di jalan Allah. Fa’tabiru ya ulil albab.

 

Share This Post

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

More To Explore

Do You Want To Boost Your Business?

drop us a line and keep in touch

Discover more from ISTAID Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading