No. 1229 Akibat Pengkhianatan Terhadap Perjanjian
Renungan Jumat ISTAID No. 1.229 | Shafar 1438 H | November 2016
Jumat, 11 November 2016
“Seandainya Allah tidak menolak keganasan suatu kelompok dengan tindakan melawan dari kelompok yang lain, maka rusaklah ini”. (QS. al-Baqarah: 251)
Sewaktu Rasulullah sampai ke MadinaSh, usaha yang pertama dilakukan beliau adalah membuat Perjanjian Madinah. Dalam perjanjian tersebut, seluruh penduduk Madinah baik itu kaum Anshar, Muhajirin, dan kaum Yahudi harus saling hormat menghormati satu sama lain, sehingga akan terwujud kedamaian hidup walaupun berbeda agama dan bangsa. Semua warga wajib untuk mengikuti peraturan tersebut tanpa kecuali, baik dia itu muslim, munafiq maupun yahudi.
Perjanjian tersebut yang dikenal sebagai Perjanjian Madinah menjadi dasar negara yang mengatur kehidupan masyarakat Madinah, yang terdiri dari kaum Muhajirin Makkah, Muslim Madinah, kaum yahudi dan lain sebagainya.
Dalam perjanjian tersebut,seseorang tidak boleh melakukan permusuhan antar sesama masyarakat Madinah, baik itu muslim atau yahudi.
Perjanjian itu mengatur hubungan antar masyarakat Madinah dengan penuh persaudaraan, keharmonisan, dan kedamaian baik sesama individu dengan individu, kabilah dengan kabilah, dan agama dengan agama. Setiap orang, kabilah harus menghormati kabilah yang lan, setiap agama menghormati agama yang lain, dan setiap umat menghormati umat yang lain.
Diantara penduduk Madinah, terdapat seorang wanita munafik, bernama Ashma binti Marwan, seorang wanita munafiq dari keturunan yahudi Madinah dan juga merupakan isteri dari seorang sahabat Nabi yang bernama Yazid bin Yazid al Khatami. Walaupun isteri seorang sahabat, tetapi sikapnya selalu menimbulkan permusuhan terhadap agama Islam dan umat Islam.
Menurut kitab Syarah Mawahib Laduniyah karangan Imam Zarqani, Ashma binti Marwan ini selalu melakukan beberapa perbuatan yang dilakukannya sebagai bentuk permusuhan kepada agama Islam dan Rasulullah seperti :
1. Menghina dan memaki Rasulullah.
2. Menghina ajaran agama Islam dengan membuat isu agar orang membenci Islam.
3. Menyakiti perasaan Rasulullah dengan syair – syair menghina Nabi didepan umum.
4. Sewaktu perang Badar, dia membacakan syair-syair menghina Islam dan Rasul dan didengar oleh saudaranya Umair bin Ady.
5. Dia selalu melemparkan darah wanita haid ke masjid Bani Khathmah.
Umair bin Ady adalah keluarga dekat dengan Ashma’, dan dia merupakan orang pertama yang membawa agama Islam kepada suku dan kabilahnya. Dia banyak mendapat laporan tentang sikap permusu- han yang dibuat saudara perempuannya yang munafiq tersebut sehinga menghalangi kegiatan dakwah di kalangan suku dan kabilahnya.
Dia berpikir bahwa jika sikap saudaranya Ashma dalam menghina Islam dan Rasulullah apalagi sampai melakukan sikap dengan membuang darah haid ke dalam masjid ini dibiarkan tanpa ada tindakan, maka hal itu dapat membahayakan umat. Sebelumnya Ashma telah diperingatkan beberapa kali agar tidak melakukan perbuatan penghinan tersebut, tetapi peringatan demi peringatan itu tidak dihiraukan sama sekali. Melihat demikian, Umair bin Ady berinisiatif untuk membunuhnya demi membela kehormatan agama Islam dan umat Islam.
Akhirnya di suatu malam di bulan Ramadhan, tahun kedua hijrah, Umair masuk ke rumah Ashma dan membunuh wanita tersebut. sehingga perempuan munafiq itu meninggal dunia. Setelah itu dia segera kembali ke Madinah, melakukan shalat subuh bersama Rasulullah saw.
Setelah shalat, Umair menyam- paikan kepada Rasulullah apa yang dilakukannya kepada perempuan munafiq yang selalu menghina Islam tersebut, dengan tujuan untuk membela agama Islam dan mempertahankan kehormatan Islam.
Nabi kemudian bersabda: “Jangan bertanduk padanya dua ekor kambing”, maksud kalimat itu adalah bahwa peristiwa tersebut tidak usah dibesar-besarkan, tidak perlu disebar luaskan dan tidak perlu dibicarakan lagi.
Setelah menyampaikan laporan tersebut, Umair segera mendatangi kaumnya menghadiri penguburan perempuan tersebut. Setelah itu Umair berkata kepada anak-anak Ashma dan keluarga mereka: “Saya telah membunuh perempuan ini untuk membela Islam. Terserah kalian semua apakah kalian akan menuntut balas kepadaku atau tidak. Demi Allah, jika kamu semua berkata seperti kata-kata Ashma yang menghina Islam tersebut, maka kamu akan saya bunuh juga atau saya mati demi membela Islam”.
Walaupun Ashma telah mati terbunuh karena perbuatannya yang menghina Islam, masih ada lagi seorang yahudi bernama Abu Afaq dari kabilah Banu Amru bin Auf selalu menghina dan menghujat Islam dengan syair-syair yang ditulis dan dibaca di depan orang banyak. Dia juga selalu menghina, mengejek nabi Muhammad dan agama Islam secara terang-terangan, hingga suatu hari Rasulullah saw berkata kepada para sahabatnya: “Siapa yang dapat membela saya dari orang seperti ini ?”.
Mendengar ucapan Nabi tersebut, seorang sahabat Salim bin Umair berkata: “Saya berjanji akan membunuh Abu Afaq atau saya mati sebelum melakukan perbuatan tersebut”. Pada suatu malam, Salim bin Umair masuk ke rumah Abu Afaq dan membunuhnya sewaktu dia sedang tidur.
Setelah kedua orang penghina Islam terbunuh, berhentilah hujatan dan penghi-naan terhadap Islam, sebab masyarakat mengetahui akan akibat yang akan terjadi jika ada yang menghina Islam dan Rasul.
Demikian juga yang terjadi sebelum peperangan Bani Qainuqa. Bani Qainuqa adalah kabilah yahudi yang mempunyai pusat perbelanjaan. Orang Islam biasa berbelanja di pasar Qainuqa, tanpa ada ketakutan dan gangguan.
Pada suatu hari ada seorang perempuan muslimah berbelanja kain di pasar tersebut. Sewaktu perempuan itu berbelanja di suatu kedai kain, penjual yahudi itu menyangkutkan tudung perempuan tersebut ke suatu tiang. Karena perempuan itu tidak mengetahui kainnya telah diikat, maka ketika akan berjalan, kain itu terangkat keatas sehingga sebagian tubuhnya terbuka.
Perempuan muslimah itu menjerit minta tolong agar ikatan itu dibukakan, tetapi yahudi pemilik kedai dan kawan-kawannya yang berada di pasar itu bukan menolongnya malah mentertawakan dan menonton aurat perempuan tersebut dengan gembira.
Ketika kejadian tersebut, ada seorang laki-laki muslim sedang berjalan, dan melihat bagaimana yahudi mentertawakan perempuan muslimah tersebut. Segera dia membunuh penjual kedai tersebut. Yahudi penjual itu mati, dan pemuda muslim itu juga mati dikeroyok penjual dan yahudi yang lain.
Peristiwa penghinaan terhadap perempuan muslimah itu sampai kepada Rasulullah, dan segera Nabi berkata kepada sahabat-sahabatnya: “Saya sangat khawatir dengan sikap kejahatan kaum Bani Qainuqa”. Dengan peristiwa ini turunlah ayat al Quran: “Jika engkau takut akan pengkhianatan suatu kaum, maka buanglah perjanjian tersebut sebagaimana mereka telah membuang perjanjian dengan kamu terlebih dahulu, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berkhianat”. (QS. al-Anfal: 58)
Ayat ini menegaskan bahwa umat Islam tidak lagi terikat dengan perjanjian saling menghormati, sebab Yahudi lebih dahulu telah merusak perjanjian tersebut, dan ambillah tindakan sebab mereka telah mengkhianati perjanjian tersebut.
Setelah turun ayat tersebut, maka tanpa bermusyawarah lagi dengan sahabat, Nabi langsung membawa pasukan sahabat untuk mendatangi kampung Bani Qainuqa, dan setelah sampai disana Nabi berkata: “wahai orang yahudi, masuk Islamlah kalian semua, atau kami akan memerangi kamu sekalian sebagaimana kami berperang melawan kafir Quraisy”.
Tawaran Nabi tersebut dijawab oleh Yahudi dengan sebuah tantangan: Orang Quraisy itu tidak pandai berperang, kalau kami yang menjadi lawan kalian barulah nanti kalian mengetahui bagaimana kekuatan kami yang sebenarnya”.
Mendengar tantangan tersebut, Nabi segera melakukan pengepungan kampung Bani Qainuqa tersebut selama 15 hari 15 malam sehingga mereka menyerah. Menyerah berarti semua laki-laki ditawan, dan harta benda menjadi rampasan perang.
Sebenarnya kepada 700 tawanan perang itu akan dikenakan hukuman bunuh, tetapi dengan berbagai pertimbangan akhirnya tidak jadi dibunuh, tetapi diusir dari Madinah, dan akhirnya yahudi Bani Qainuqa ini pergi ke Azriat perbatasan dengan Syria.
Demikian sejarah mencatat, bagai-mana sahabat dan Nabi bersikap membela dan mempertahankan kehormatan agama Islam dari penghinaan orang munafik dan yahudi Madinah. Sikap sahabat dan Nabi demikian keras terhadap penghina agama itu berdasar perjanjian untuk hidup saling menghormati satu dengan lain, walaupun berbeda agama dan kabilah.
Tindakan keras dilakukan bukan karena kebencian, tetapi untuk menegak- kan kebenaran dan keadilan. Sikap itu diambil bukan saja karena suatu penghinaan, tetapi lebih disebabkan mereka telah melanggar perjanjian Madinah yang telah disepakati bersama.
Dengan sikap pembelaan terhadap agama sesuai dengan perjanjian bersama yang ditulis dalam perjanjian Madinah, sehingga akhirnya masyarakat Madinah dapat hidup damai menjalankan agama dan kegiatannya masing-masing,
Fa’tabiru Ya ulil albab.
Komentar