MENGENAL SAUDARA KITA ROHINGYA
MENGENAL SAUDARA KITA ROHINGYA
“ Sesungguhnya orang mukmin itu bersaudara “ ( QS.AlHujurat : 10 )
Asal nama Rohingya dikatakan adalah daripada ‘Mrohaung’ yang merujuk kepada Kerajaan Tua Arakan yang kemudian diubah kepada Rohang. Daripada Rohang atau Rakhine itulah lahirnya nama Rohingya atau Rakhine-ya. Rupa orang Rohingya, juga pegangan Islam mereka dijadikan alasan oleh warga majoriti Myanmar untuk mendakwa kaum itu sebagai imigran Benggali dari negara jiran, Bangladesh. Padahal Rohingya yang merupakan kaum berdarah campuran Arab, Turki, Parsi (Iran), Moghul (India), Moor (dari Semenanjung Iberia), Pathan dan Mon (ada juga mengatakan bahawa asal keturunan mereka daripada darah campuran tentera penjajah Mongol dengan suku tempatan) pada suatu ketika adalah pemerintah wilayah Arakan (sebahagian daripada Myanmar sekarang) selama ratusan tahun. Berdasarkan sejarah, Islam telah datang ke Arakan sejak abad pertama Hijrah dibawa kumpulan pedagang tabiin diketuai Waqqash bin Malik. Kemudian datang pula gelombang kedua pada 172 Hijrah/ 788 Masihi ketika era Khalifah Harun al-Rasyid. Kumpulan pedagang Islam itu berlabuh di Pelabuhan Akyab (kini Sittwe) yang juga ibu kota Arakan. Sejak itu, Islam terus berkembang di wilayah berkenaan.Dinasti Mrauk-U yang lahir pada 18 April 1429 kekal hingga 2 Januari 1785. Ia kemudian ditewaskan oleh Dinasti Konbaung yang bukan Islam. Selama tempoh 356 tahun, kerajaan Islam Arakan diperintah oleh 243 raja dengan yang terakhir bernama Thamada. Burma menjajah Arakan selama 41 tahun, kemudian masuk pula penjajaha Inggeris British pada tahun 1825 hingga tahun 1947, selama 122 tahun.
Burma atau Myanmar – nama negara itu hari ini – merdeka pada 4 Jun 1948. Penjajah Burma, juga British berusaha untuk memadamkan sejarah etnik Rakhine yang beragama Islam sebagai kaum yang pernah menguasai wilayah Arakan. Pemerintahan Burma, jsebagaimana sewaktu pemerintahan penjajahan Inggeris waktu itu tetap berusaha untuk menghilangkan sejarah etnik Rakhine yang beragama Islam sebagai kaum yang pernah menguasai wilayah Arakan. Hal Ini dilakukan dengan pelbagai cara termasuk propaganda yang tidak masuk akal, antaranya bahawa Arakan pernah dijajah oleh kerajaan Bengal, raja-raja Arakan tidak memeluk Islam, hanya memakai nama Islam dan mengamalkan adat budaya Islam, malah konon mereka kekal beragama Buddha sepanjang tempoh itu. Selain itu, dikatakan juga wujud etnik Rakhine yang bukan Islam lalu diberi nama etnik Rohingya bagi yang beragama Islam untuk dikatakan mereka itu adalah imigran Benggali dari Bangladesh yang tidak layak mendapat status kewarganegaraan Myanmar.
Benarkah orang-orang Rohingya adalah kaum pendatang di Rakhine? Pemimpin Rohingya yang juga politikus Partai Pembangunan Uni Nasional di Myanmar, Abu Tahay, memaparkan sejarah keberadaan kelompok etnis tersebut dalam karya tulisnya, "Rohingya Belong to Arakan and Then Burma and So Do Participate." Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa sejarah etnis Rohingya bermula ketika masyarakat kuno keturunan Indo-Arya yang menetap di Arakan (Rakhine sekarang--Red) memutuskan untuk memeluk Islam pada abad ke-8. Pada masa-masa selanjutnya, generasi baru mereka kemudian juga mewarisi darah campuran Arab (berlangsung pada 788-801), Persia (700- 1500), Bengali (1400-1736), dan ditambah Mughal (pada abad ke-16). Sejak itu, Islam memainkan peranan penting bagi kemajuan peradaban di Arakan. Umat Islam, Buddha, dan Hindu hidup berdampingan selama berabad-abad dalam suasana rukun dan penuh per sahabatan. "Tak hanya itu, mereka (ke lompok Muslim, Buddha, dan Hindu) juga memerintah negeri Arakan ber sama- sama," imbuh Abu Tahay.
Dijelas kannya, Pemerintah Arakan pada masa itu pernah mengeluarkan koin dan medali bertuliskan kalimat syahadat dalam bahasa Arab dan aksara Persia. Bahasa Persia ketika itu memang menjadi bahasa kalangan istana sehingga lumrah bagi raja-raja Arakan untuk mengadopsi nama-nama Islam.Letnan Kolonel Win Maung, yang pernah bekerja di Direktorat Transmigrasi Kementerian Pertahanan Myanmar, pernah menerbitkan buku berjudul The Light of Sasana (Cahaya dari Sasana) pada 1997 lalu. Pada halaman 65 buku itu disebutkan, agama Islam sudah diperkenalkan ke Myanmar sejak 1.000-1.200 tahun silam.
Peneliti asal Skotlandia, Francis Buchanan, mengungkapkan, kaum Mohammedan (yang secara harfiah berarti `pengikut Muhammad' atau Muslim) telah lama menetap di Arakan. "Orang-orang itu menyebut diri mereka sebagai Rooinga yang berarti masyarakat pribumi asli Arakan," tulis Buchanan dalam laporannya, "Asiatic Research 5", yang diterbitkan pada 1799. Sementara, sensus yang dilakukan pemerintah kolonial Inggris di Burma pada 1826, 1872, 1911, dan 1941 juga menyebutkan, masyarakat Rohingya yang diidentifikasi sebagai Muslim Arakan adalah salah satu ras asli di Burma. Pada tahun 1961, pemerintahan Burma telah mendeklarasikan bahwa agama Buddha sebagai agama negara, padahal pada saat itu terdapat agama Islam yang dianut oleh etnik Rohingya dan juga agama Kristen yang dianut olh suku Kachni.
Siapakah di sebalik pemerintahan Burma saat ini yang sedang menjalankan penghapusan etnik (ethnic cleansing) ke atas muslim Rohingya ? Maka jawapannya bahwa majoritas pegawai pemerintaha dan tentera adalah etnik Maghs. Etnik ini, bukan penduduk asal Burma. Mereka ini berhijrah ke Burma dalam sekitar 1200-1500 tahun yang lalu. Asal usul bahasa mereka adalah Sino-tibetan dan merupakan susur galur daripada keturunan Yunnan yang datang dari China. Pada tahun 1982, mereka telah membuat satu proses Burmanisasi dan memperkenalkan identitis mereka sebagai Burman. Burmanisasi adalah proses asimilasi menjadikan Burma sebagai satu bangsa, budaya, bahasa dan sejarah. Identiti bangsa adalah Burman dan identiti agama adalah Buddha.
Proses Burmanization ini bertujuan menghasilkan satu asimilasi agama, etnik, budaya, masyarakat dan sejarah etnik-etnik Myanmar ini sebagai satu kaum dengan satu bahasa dan agama. Antara slogan terkenal adalah “to be Burmese is to be a Buddhist” dan slogan ini disebarkan kepada seluruh etnik. Dengan proses burmanisasi ini secara tidak langsung menetapkan satu pemaksaan prinsip-prinsip Deislamisasi ( menghilangkan identitas muslim ) kepada etnik Rohingya. Masyarakat Rohinga menolak proses Burmanisasi tersebut. Hasil penolakan oleh etnik Rohingya terhadap Burmanisasi dan de-muslimisasi ini, maka kerajaan tentera Myanmar yang dikuasai oleh etnik Maghs telah menjalankan satu proses yang dinamakan Rakhine Pyi pada tahun 1974 yaitu memberi status warganegara kepada etnik Maghs yang beragama Buddha di Arakan dan tidak memberikan status warganegara kepada etnik Rohingya.
Etnik Maghs yang beragama Buddha di Arakan sentiasa menginginkan tanah yang diduduki oleh etnik Rohingya. Pada tahun 1942, sebanyak 10,000 orang etnik Rohingya yang beragama Islam telah dibunuh dengan kejam dan ribuan lagi dihalau keluar dari perkampungan mereka. Pada bulan April 1942 khususnya, ketika rusuhan dan peperangan sivil tercetus di Arakan daripada kepulauan Akyab, etnik Maghs bersama-sama dengan para pemerintah Burma telah memanfaatkan situasai tersebut dengan menyembelih seramai 100,000 orang muslim Rohingya lagi dan membakar lebih daripada 307 buah perkampungan muslim. Ketika itu hampir sahaja keseluruhan bahagian timur Arakan menjadi tanah perkampungan bukan Islam dan etnik Maghs yang beragama Buddha menduduki tanah tersebut.
Setelah Burma mendapat kemerdekaan pada tahun 1948, muslim Rohingya telah merayu kepada kerajaan baru Burma untuk mendapatkan semula tanah mereka, tetapi permintaan ini telah ditolak. Hasilnya ribuan umat Islam Rohingya tidak mempunyai tempat tinggal. Selepas kemerdekaan Burma, pada tanggal 4 Januari 1948, 19 operasi ketenteraan di wilayah penempatan Rohingya dijalankan dengan alasan untuk mengawal keselamatan negara daripada pemberontakan. Tetapi sebenarnya adalah terjadinya 19 operasi pembunuhan, penghancuran masjid dan tempat ibadah, pemusnahan sumber pendapatan, dan rampasan ladang-ladang serta tempat tinggal. Diantara 19 operasi tersebut, terdapat operasi Burma Territorial Force (B.T.F) adalah yang paling kejam dimana tentera daerah yang dipenuhi oleh etnik Buddhist Maghs telah membunuh, memperkosa, membuat kerusakan yang mengakibatkan ribuan penduduk muslim Rohingya terpaksa lari meninggalkan tempat tinggal mereka. Antara operasi lain yang tidak berperikemanusian juga adalah operasi Nagamin (King Dragon) pada tahun 1978. Dalam operasi ketenteraan ini, 300,000 etnik muslim Rohingya dihalau keluar daripada perumahan mereka dan hampir 1/3 penduduk dibunuh.
Di bawah Burma Citizenship Law 1982 (Pyithu Hluttaw law no. 1982-87) telah membagi status kewarganegaraan kepada beberapa kelas iaitu kelas rakyat biasa, rakyat bersekutu dan rakyat pribumi. Dalam undang-undang tersebut etnik muslim Rohingya tidak tersebut dalam kelas rakyat pribumi berarti staus kearganegaraan Rokhine dinafikan langsung dan hak keistimewaan pribumi mereka dihilangkan. Berbeda dengan etnik-etnik lain seperti Kachin, Kayah, Karen, Chin, Maghs (Burman), Mon dan Arakanese yang melalui status kearganegaaan tersebut, mereka mendapat hak pemilikan tanah melalui status pribumi. Dengan demikian etnik Rohingya mempunyai status sebagai warga pendatang, tanpa kewarganegaraan “a stateless people”, jadi Rohingya merupakan masyarakat yang Tidak memiliki negara, tidak berhak memiliki tempat tinggal dan tidak brhak menguasai tanah.
Keadaan inilah yang membuat tentara Myamar dapat membunuh penduduk Rohingya tanpa merasa berdosa. Perkara yang sangat diherankan, tatkala semua dunia selalu meneriakkan slogan kebebasan dan demorasi, terlebih lagi suara ini yang diperjuangkan oleh Aung San Suu Kyi sehingga dia mendapat nobel perdamaian, tetapi tatkala dia memiliki kekuasaan, sikap demokrasi dan kebebasan tersebut hilang dan tak pernah wujud dalam menghadapi masyarakat Rohingya, seakan-akan slogan kebebasan itu dipakai untuk bebas membunuh orang muslim. Bagaimana sikap muslim sedunia melihat penderitaan saudaranya sesama muslim di Rohingya..? Mari kita tunjukkan persaudaraan kita terhadap mereka dengan apa yang mampu sesuai dengan kedudukan kita. Jika kita lemah cukup dengan doa, jika kita memiliki kekayaan mari beri pertolongan dengan bantuan keuangan. Jika kita seorang penulis, bantu dengan memberikan informasi yang benar kepada masyarakat dunia. Jika kita penguasa, maka berikan bantuan dengan kekuatan politik dan kekuasaan kepada mereka. Sebelum nanti di akhirat kita akan ditanya Allah, bagaimana sikapmu setelah mendengar penderitaaan kaum muslim di negeri Arakan.? Fa’tabiru Ya ulil albab.
Buletin
Komentar