JANGAN MASUK LOBANG DUA KALI
JANGAN MASUK LOBANG DUA KALI
“Janganlah seorang mukmin itu masuk lobang yang sama dua kali “ ( Hadis sahih riwayat Bukhari )
Pada awal abad ke Sembilan belas, perlawanan bangsa Indonesia terhadap penjajahan Belanda dilakukan dengan mendirikan organisasi, sehingga berdirilah Sarekat Dagang Islam (1905 ), Syarekat Islam ( 1908 ), Muhammadiyah ( 191 ), Nahdatul Ulama ( 192 ), dan ain sebagainya. Untuk menghadapi perlawanan organisasi tersebut, penjajah Belanda berusaha memecah belah organisai tersebut dari dalam. Pada tahun 1914 seorang Belanda bernama H.J.F.M.Sneevliet ( 1883-194) dan beberapa kawannya mendirikan Indische Social Democratische Vereninging ( ISDV) sebuah organisasi sosial yang berpahamkan sosialis-marxis di kota Surabaya. Pada tahun 1916 Sneevliet pindah ke Semarang dan aktif di dalam Syarekat Buruh Kereta Api. Dalam syarekat buruh itu dia mendidik beberapa orang sebagai kader seperti Semaun, Darsono, Alimin, dan Tan Malaka. Pada tahin 1918 Sneevliet kembali ke Belanda, sehingga kepemimpinan organisasi ISDV dipegang oleh Semaun. Pada awalnya Semaun adalah anggota Syarekat Islam, yang telah terpengaruh dengan pemikiran sosialisme yang dibawa oleh Sneevlietm, sehingga di dalam syarekat Islam tersebut terdapat anggota yang berpahamkan islam yang benar, dan juga ada pemahaman islam yang telah bercampur dengan pemahaman sosialis. Dalam penyebaran paham sosialisme-komunisme terdapat sistem penyusupan dan infiltirasi dan melakukan perjuangan dari tempat musuh dengan sistem yang baik dan jitu. Dengan penyusupan inilah mereka masuk ke dalam Syarekat Islam. Mereka berusaha untuk mempengaruhi kepemimpinan Syarekat Islam, tetapi tidak berhasil, dan akhirnya Semaun, mendirikan partai Komunis pada tahun 190 di kota Semarang.
Pada tahun 1917 di Rusia terjadi Revolusi Oktober yang memberikan kekuasaan kepada Komunisme Rusia. Kemenangan komunisme di Rusia tersebut memberikan semangat kepada partai komunisme Indonesia. Paham sosialis komunisme ini adalah paham yang diasaskan sebagai perlawanan kepada paham kapitalis. Menurut Hamid Fahmi “Jika kapitalis bersaing dengan sistim pasar bebas, komunis melawan dengan cara apapun. Jika kapitalis menciptakan persaingan dengan cara kejam, komunis tidak kalah kejamnya menciptakan konflik dan jika perlu pertumpahan darah untuk mencapai tujuan.
Jika kapitalis tidak lagi mementing kan Tuhan, kaum komunis mengingkari adanya Tuhan. Jika kapitalis dengan sistim ekonominya menciptakan masya rakat elitis, komunis menciptakan masyarakat tanpa kelas. Masalahnya, kapitalisme menghasilkan pertumbuhan ekonomi tapi melupakan pemerataan. Sedangkan komunisme mengobesikan pemerataan tapi tidak memikirkan partumbuhan “ ( Misykat )
Komunisme sebagai pemahaman yang anti-kapitalisme menggunakan sistem partai sebagai alat pengambil alihan kekuasaan dan sangat menentang kepemilikan modal pada individu, sebab pada prinsipnya semua adalah milik rakyat dan oleh karena itu, seluruh alat-alat produksi harus dikuasai oleh negara guna kemakmuran rakyat secara merata. Secara umum komunisme berlandasan pada teori Materialisme Dialektika dan Materialisme Historis, dimna segara sesuatu terjadi akibat pertentangan antar kelas dalam masyarakat, dan kekayaan itu hanya didapat dengan kerja, sehingga segala sesuatu yang dapat menghalangi kerja seperti kepercayaan kepada mitos, takhayul dan agama harus dihilangkan, sehingga menurut paham komunisme dengan "agama dianggap candu" yang membuat orang berangan-angan dengan akhirat, dan sehingga agama dianggap tidak rasional serta keluar dari hal yang nyata kebenaran bagi paham komunisme adalah kebenaran materi.
Kekuasaan merupakan tujuan utama dalam paham komunsme, dan agama serta tokoh agama merupakan penghalang utama, maka untuk mencapai tujuan tersebut perebutan kekuasaan harus dilakukan dan tokoh agama harus disingkirkan, sehingga rakyat dapat dipimpin untuk mencapai kemenangan dan kekuasaan. Dalam paham komunis, untuk mendapatkan kekuasaan mereka dapat melakukan apa saja, walaupun dengan pembunuhan. Dalam buku “The Black Book of Communism “ yang disusun oleh Mark Kramer terdapat data yang mengejutkan dimana untuk mencapai kekuasaannya, partai komunis di berbagai negara telah melakukan pembantaian. Selama lima tahun ( 1917-1923) Lenin telah membantai 500.000 orang di Uni Soviet. Stalin ( 1925-1953) telah membunuh 40 juta rakyatnya. Mao Zedong di Tiongkok telah membunuh 40 juta rakyatnya demi tegaknya komunisme. Rejim Polpot di Kamboja telah membunuh ,5 juta selama 4 tahun berkuasa ( 1975-1979 ), sehingga menurut data dari buku tersebut partai komunis yang berada di 72 negara di dunia telah membunuh 10 juta orang rakyat dalam usaha merebut kekuasaan.
Marzani Anwar, Peneliti utama pada Litbang Agama Kementerian Agama, mengungkapkan data pembunuhan yang dilakukan oleh partai komunisme Indonesia diantaranya menyatakan bahwa sejak 1960-an, daerah Jawa Tengah dikenal menjadi basis komunis, terutama di Solo, Kartosusuro, Boyolali, dan Klaten. Banyak aksi sepihak yang ditujukan kepada lawan politk, tokoh agama, dan orang-orang sipil tak berdosa. Di antaranya, penculikan dan penghilangan paksa empat orang di Klaten dan hingga kini tidak ketahuan kuburannya.
Pada kasus lain, sebanyak 16 orang, orang-orang komunis secara tiba-tiba menyekap sambil mengacungkan arit (sabit). Kawan-kawannya yang tidak bisa lolos menjadi sasaran kekerasan massa komunis. Mereka yang dibacok dan dibabat ada tujuh orang, ada yang dibacok bagian kepala, tangan, dan bahu. Pembunuhan juga menimpa Basuni di Jatinom dan Miftah penduduk Laweyan Sala.
Beralih ke 'peristiwa Kanigoro', di Kanigoro, Kediri, Jawa Timur. Tempat dilangsungkannya acara mental-training oleh Pelajar Islam Indonesia (PII). Saat itu, pada 13 Januari 1965, di tengah acara, anggota komunis melakukan penggerebekan di pagi hari setelah peserta melaksanakan shalat Subuh. Saat itu, orang-orang komunis serta-merta datang dan serempak menyerbu lokasi mental-training. Mereka mengambil buku-buku, termasuk Alquran di masjid, lalu dinjak-injak. Para peserta, termasuk panitia, 150-an orang, digiring dengan tangan diikat satu sama lain, dipaksa berjalan empat km sambil diintimadasi, diancam, serta diteror.
Peristiwa "Cemethuk" Banyuwangi, informasi didapat kesaksian Maedori, saksi mata yang berhasil meloloskan diri dari usaha pembunuhan oleh PKI, kemudian memberikan kesaksian mengenai peristiwa "Cemethuk" Banyuwangi. Aksi komunis di Banyuwangi berkaitan langung dengan pemberontakan komunis tahun 65 di Jakarta. Mereka diberi makanan yang sudah dicampuri racun, kemudian satu per satu dibunuh, dan mayatnya dimasukkan ke sumur yang sudah disiapkan. Ada tiga lubang pembantaian. Satu lubang besar berisi 40 mayat dan dua lainnya masing-masing 11 mayat.
Pembantaian di Blitar Selatan atas pengungkapan di buku Siapa Menabur Angin akan Menuai Badai tulisan Soegiarso Soerojo, diantaranya mengungkapkan kasus kekejaman komunis, seperti di Rejotangan, Ngunut, Kaliwadi, dan Bojolangu. Mereka melakukan praktik intimidasi terhadap rakyat dan merampok harta kekayaan penduduk, membunuh orang tak berdosa, dengan sasaran utama golongan beragama.
Kasus pembantaian di Kediri diungkap berdasar kesaksian Ibu Yatinah (69 tahun), anak kandung korban bernama Sarman. Peristiwanya terjadi pada 18 September 1948 sewaktu menghadiri rapat pamong di kelurahan, tiba-tiba ia dicegat segerombolan orang. Kemudian, dibawa paksa ke suatu tempat sambil diikat kedua tangannya. Berhari-hari ayahnya tidak pulang, dan ternyata termasuk yang dimasukkan di sumur maut dekat di sini (menunjuk ke luar desa), bersama 108 orang. Sarman tertulis di nomor 48 dalam daftar di monumen tersebut.
Kasus Takeran (Sumur Kenongo Mulyo) terungkap atas kesaksian Kaelan Suryo Martono (73), beralamat di Desa Giringan, pekerjaan sebagai petani di Jawa Timur. Peristiwa Takeran terjadi pada 1948. Keterangan kasus Takeran diperkuat salah seorang saksi korban bernama Hadi Syamsuri (80), pensiunan npetugas pernikahan di Takeran. Ia diculik dan digiring ke Desa Baeng dan ditahan di sana. Di situ sudah ada sekitar 80 orang Muslim ditahan. Selama 40 hari ia ditahan di Baeng. Di tempat tawanan ditemui sejumlah lurah yang juga ditawan. Selama ditahan, mereka tidak diberi makan. Sebagian kawan lain ditahan di Desa Cigrok. Selama di tahanan, orang-orang komunis itu merampas kerbau dan sapi milik warga. Tiap hari mereka memotong kerbau atau sapi untuk pesta yang berjaga di Baeng. Pada saat tentara Siliwangi datang, mereka yang ditahan di Desa Cigrok dibunuh semua oleh komunis. Sedangkan, yang di Baeng berhasil menyelamatkan diri.
Kasus Kresek, Madiun, terungkap berdasarkan kesaksian kiyai Ahmad Junaedi, anak kandung salah seorang korban bernama kiyai Barokah Bachruddin. Sejumlah kiai diculik dan dibunuh. Diduga kuat sebelum dibunuh, mereka dianiaya. Menurut para saksi, para kiai itu ada yang matinya ditembak, dipenggal lehernya, dipukul dengan benda tajam. Kiai Shodiq satu-satunya yang dibunuh dengan cara didorong ke lubang dalam keadaan tangan terikat kemudian diurug (ditimbun tanah). Husnun, salah seorang saksi, mendapat keterangan dari para saksi lain bahwa para penculiknya waktu itu membawa parang, tali, benda tumpul, selain senjata api.
Terungkap juga kasus pembantaian di Markas Gebung, Ngawi, Jawa Timur, berdasarkan keterangan para saksi korban penculikan di Desa Gebung. Korbannya ditahan 12 hari, hampir-hampir tidak diberi makan. Mereka terkurung di dalam rumah yang terkunci, lalu rumah dibakar.
Orang-orang partai komunis tetap siaga di luar rumah, lengkap dengan senjata tajam sehingga tawanan yang mencoba kabur ditangkap lagi dan dimasukkan ke dalam api atau dibunuh langsung. Setelah peristiwa usai, kemudian dibersihkan, ditemukan banyak mayat, tujuh orang di antaranya dipindahkan ke Makam Pahlawan Ngawi ( Harian Republika , 30 September, 2015 ).
Dalam hadis, umat Islam telah diperingatkan agar “ Tidak layak bagi seorang muslim untuk masuk lobang dua kali “, oleh sebab itu sudah sepatutnya umat Islam setiap bulan September ini membaca kembali bagaimana kekejaman kelompok komunis terhadap umat manusia apalagi terhadap umat yang beragama, sebab komunisme merupakan paham yang mengajarkan ateisme, yang anti agama. Fa’tabiru Ya Ulil albab.
Buletin
Komentar