HARI ASYURA
“ Demi waktu fajar, dan malam-malam yang sepuluh “ ( QS. Al Fajr : 1-2 )
Hari yang kesepuluh dari bulan Muharram dikenal dengan nama Hari Asyura. Kata-kata Asyura berasal dari suku kata “Asyarah “ yang bermakna bilangan sepuluh. Hari Asyura bermakna Hari yang kesepuluh, dan nama tersebut dipakai untuk Hari yang kesepuluh dari bulan Muharram, bulan yang pertama dari tahun Hijriyah. Menurut tinjauan sejarah, Hari Asyura sarat dengan nilai sejarah. Dalam kitab Nazhatul Majalis karangan Syekh Abdurrahman an Nafais, disebutkan beberapa kejadian yang terjadi pada hari Asyura. (1) Hari Asyura nabi Adam as dan Hawa diciptakan dan mendapat ampunan dari Allah taala atas dosa memakan buah khuldi sewaktu berada di dalam syurga. (2) Hari Asyura, Kapal nabi Nuh as berlabuh di bukit Judi setelah berada di atas air selama 150 hari. (3) Hari Asyura, Nabi Ibrahim as selamat daripada Api yang dibuat oleh Raja namrud. (4) hari Asyura nabi Ayyub as disembukan dari penyakit yang dideritanya. (5) Hari Asyura Nabi Yunus as keluar dari perut ikan dengan selamat setelah berada di pertut ikan selama 40 hari, (6) Hari Asyura Nabi Ya’kub as bertemu dengan anak kesayangannya Nabi Yusuf as setelah berpisah selama 40 tahun. (7) Hari Asyura Nabi Musa as selamat dari kejaran Fir’aun. (8 ) Hari Asyura adalah hari Nabi Isa as dilahirkan dari Rahim Maryam. (9) Hari Asyura Nabi Muhammad saw nikah dengan Khadijah ra.
Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa rasulullah sewaktu datang ke Madinah melihat orang yahudi berpuasa pada hari Asyura, maka rasulullah saw bertanya kepada mereka : mengapa kalian berpuasa pada hari ini ? Umat yahudi di Madinah menjawab : Ini adalah hari Nabi kami Musa as selamat dari kejaran Fir”aun, maka Musa as berpuasa pada hari tersebut, dan kami juga berpuasa “. Rasulullah saw bersabda : “ kami lebih berhak untuk mengikuti perbutan Musa as daripada kamu semuanya, maka nabi Muhammad saw berpuasa pada hari Asyura dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa pada hari tersebut “ ( hadis sahih Muttafaq alaihi )
Dalam hadis lain isteri rasulullah , Aisyah r.a berkata : “ Di masa jahiliyah, orang Quraisy Makkah berpuasa pada Hari Asyura, demikian juga Rasulullah saw berpuasa pada Hari Asyura, sewaktu beliau datang ke Madinah beliau juga berpuasa, dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa, maka tatkala datang kewajiban puasa Ramadhan, Nabi meninggalkan kewajiban puasa Hari Asyura, jika dia berkeinganan puasa maka dia berpuasa, dan jika dia tidak berkeinginan, maka dia tidak berpuasa ( hadis sahih Riwayat Bukhari Muslim ) Dalam Hadis lain Aisyah ra juga berkata : Penduduk Makah pada masa jahiliyah berpuasa pada Hari Asyura dan biasanya pada Hari tersebut kain kelambu Ka’bah diganti dengan kain yang baru. Imam Qurthuby menyatakan bahwa dengan adanya hadis Riwayat Aisyah tersebut membuktikan bahwa masyarakat jahiliyah Makah telah mengetahui kemuliaan hari Asyura dan syariat puasa Hari Asyura, sebab puasa tersebut juga merupakan syariat nabi Ibrahim as dan nabi ismail as yang diikuti oleh penduduk Arab Makkah.
Setelah berjalan beberapa lama, dimana para sahabat berpuasa pada hari Asyura, maka menurut Ibnu Abbas ada sahabat yang berkata kepada rasulullah saw : “ Ya Rasulullah, Hari Asyura itu adalah hari berpuasa umat yahudi dan umat Nasrani “. Maka Rasulullah saw bersabda : : “ Jika seandainya aku masih hidup pada tahun yang akan datang, maka aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan Muharram ( Hari Tasyu’a ) “. Ibnu Abbas berkata : “ Tetapi Rasulullah saw telah meninggal dunia sebelum beliau sampai bulan muharram tahun depan “ ( Hadis Riwayat Muslim ). Imam Syafii berpendapat dengan hadis ini, maka dianjrkan untyuk berpuasa pada hari kesembilan dan kesepuluh, sebab Nabi telah berpuasa pada hari yang kesepuluh, dan berniat puasa pada hari yang kesembilan dari bulan Muharram. Imam Ibnu taimiyah berkata bahwa disunatkannya puasa pada hari kesembilan disamping hari yang kesepuluh agar puasa yang dilakukan oleh umat islam berbeda dengan puasa yang dilakukan oleh umat yahudi, karena banyak hadis yang menyatakan agar amalan umat islam berbeda dengan amalan umat yang lain.
Ulama juga berpendapat bahwa umat islam boleh berpuasa pada hari kesebelas dari bulan Muharrram, berdasarkan hadis Ibnu Abbas yang menyatakan bahwa rasulullah saw : “ Berpuasalah kamu satu hari sebelum Hari Asyura dan satu hari setelah Hari Asyura “ . Oleh sebab itu Ibnu qayim al jauzi menyatakan bahwa tingkatan puasa Asyura ada tiga : (1) Tingkatan paling sempurna adalah berpuasasatu hari sebelumnya dan satu hari setelahnya berarti berpuasa pada 9,10.11 Muharram (2) Tingkatan kedua adalah berpuasa pada Sembilan dan sepuluh Muharram (3) tingkatan ketiga adalah berpuasa hanya pada sepuluh Muharram.
Puasa Asyura memiliki keutamaan sebagaimana dinyatakan dalam hadis yang disampaikan oleh Abu Hurairah ra : “ Sebaik-baik puasa setelah puasa bulan Ramadhan adalah puasa Hari Asyura, dan sebaik-baik shalat setelah shalat lima waktui adalah shalat tahajjud “ ( Riwayat Muslim ). Abi Qatadah meriwayatkan bahwa Rasulullah ditanya tentang keutamaam puasa Hari Asyura, maka Rasulullah saw menjawab : “ puasa Hari Asyura itu dapat menghapuskan dosa stahun yang lalu “ ( Riwayat Muslim ) Dalam hadis lain juga disebutkan bahwa : “ Keutamaan puasa Hari Asyura itu juga dapat menghapuskan dosa tahun yang akan datang “ ( Hadis Riwayat Ibnu majah ).
Pada hari Asyura, umat islam juga dianjurkan melakukan amal yang saleh, baik dengan keluarganya, dan juga kepada orang yang lain, dengan melakukan silaturahmi, memperbanyak sedekah, menyantuni anak-anak yatim dan mereka yang memerlukan perhatian, mengunjungi orang yang sedang sakit, menghubungkan tali silaturahmi baik kepada kaum kerabat maupun kepada tetangga, kolega dan kawan. Rasulullah saw bersabda : “barangsiapa yang melapangkan, dan memudahan urusan keluarganya pada hari Asyura, maka Allah akan melapangkan urusannya selama setahun yang akan datang “ ( hadis Riwayat baihaqi, dan Ibnu Hibban ).
Umat Islam pada hari Asyura dianjurkan untuk bersedekah kepada jiran tetangga dan masyarakat, sebagai kesyukuran kepada allah atas nikmat yang diperoleh. Oleh sebab itu menjadi budaya Sebagian masyarakat pada hari Asyura untuk memberi makan jiran teangga dengan membuat bubur Asyura, dan lain sebagainya. Biasanya bubur Asyura itu merupakan bubur yang dicampur dari berbagai macam bahan seperti beras, kacang, dan lain sebagainya. Sebenarnya amalan utama bukan bubur Asyura tetapi bersedekah makanan kepada jiran tetangga. Menurut kitab Jam’ul Fawaid, karangan Syekh daud al Fatani disebutkan bahwa tatkala nai Nuh turun dari kapal, maka penumpang kapal merasa sangat lapar dan mengadu kepada nabi Nuh tentang keadaan mereka, maka Nabi nuh as menyuruh mereka mengumpulkan sisa bahan makanan yang ada pada mereka semua berapapun yang ada. Ada yang memberi segenggam beras, ada lagi yang memberi segenggam gandum, dan ada yang memberi segenggam kacang, akhirnya semua bahan makanan yang tersisa tersebut dimasak menjadi bubur dan dimakan bersama oleh umat nabi nuh as. Peristiwa tersebut terjadi pada hari Asyura, sehingga untuk mengenang kejadian tersebut, maka Sebagian masyarakat membuat bubur Asyura sebagai amalan sedekah bagi masyarakat.
Oleh sebab itu dapat kita pahami bahwa amalan Asyura dengan berpuasa, bersedekah bubur Asyura dan lain sebagainya adalah amalan yang berdasarkan ajaran agama, walaupun disana terdapat beberapa amalan yang bertentangan dengan agama, seperti tidak tidur di malan Syura ( malam satu Muharram ) yang diamalkan di masyarakat dengan keyakinan bahwa siapa yang tidak tidur pada malam itu maka akan terhindar dari berbagai penyakit, dan juga ada amalan Sebagian masyarakat yang mandi di air terjun pada malam satu Muharram yang akan membuat Panjang umur, dan dapat menjadikan badan awet muda, dan lain sebagainya. Ini semua merupakan amalan bid’ah yang dapat jatuh kepada syirik. Oleh sebab itu mari kita mempersiapkan amal-amal terbaik dengan berpuasa di Hari Asyura, dan memperbanyak amal kebajikan dan sosial seperti menyantuni orang miskin, membantu anak yatim, dan lain sebagainya, sehingga amalan yang kita lakukan di awal tahun hijrah ini, dapat menjadi kebiasaan kita sepanjang tahun mendatang. Fa’tabiru ya Ulil albab.
ReplyReply allForward |
Komentar