1507 PERANAN UMAT ISLAM DALAM KEBANGKITAN NASIONAL
“ Dan barangsiapa yang berjihad di jalan Kami, maka Kami akan memberikan petunjuk dan jalan kepada mereka “ ( QS. Al Ankabut 69 )
Sejarah Indonesia mencatat bahwa pelopor kebangkitan bangsa adalah berdirinya organisasi Boedi Oetama yang berdiri pada tanggal 20 Mei1908 di Jakarta , sehingga setiap tanggal 20 Mei akan diperingati sebagai hari kebangkitan nasional. Pada awalnya Boedi Oetama adalah organisasi siswa STOVIA ( School Tot Opleiding Van Indische Artsen ) seperti Sekolah Kedokteran di Jakarta. Oleh sebab itu, Boedi Oetama pada pertama kali dipimpin oleh Soetomo, siswa sekolah STOVIA tersebut. Sebelum Boedi Oetomo, sebenarnya telah berdiri organisasi Islam seperti Syarekat Dagang Islam yang berdiri pada tahun 16 oktober 1905 di Solo dibawah pimpinan Haji Samanhudi ( 1868-1956) sebagai organisasi jaringan pedagang muslim, dan merupakan respon dari sistem Tanam Paksa yang diberlakukan oleh penjajah Belanda.
Pada tahun yang sama, di Jakata, berdiri organisasi Jamiat Khoir, organisasi orang-orang Arab yang berdiri pada 17 Juli 1905 di kawasan Tanah Abang, Jakarta yang memfokuskan pada pendidikan bangsa. Oleh sebab itu ada yang berpendapat bahwa organisasi Boedi Oetama itu didirikan sebagai sikap persaingan atas berdirinya organisasi Islam tersebut, sebab menurut penulis sejarah Ahmad Mansur Surya negara dalam bukunya “Api Sejarah jilid 2 “ menyatakan bahwa “ Untuk mengantisipasi dan mengimbangi ormas Jamiat Khair, maka Bupati Serang, Achmad Djayadiningrat, berinisiatif untuk mendirikan sebuah organisasi imbangan yang juga berada di kota Batavia. Organisasi itu harus dipimpin oleh bangsawan Jawa karena anggota Jamiat Khoir juga terdiri dari bangsawan Jawa, Adapun nama organisasi tandingan tersebut, harus sama dengan nama Jamiat Khair, maka untuk itu dipilihlah nama Boedi Oetama, sebab nama ini adalah pengalihan nama dari bahasa Arab kepada bahasa Jawa. Jamiat Kair artinya adalah jamaah yang baik, maka Boedi Oetama juga bermakna Budi pekerti yang utama “ ( Ahmad Mansyur, Api Sejarah, hal. 350 ).
Jika Syarikat Dagang Islam beranggotakan pedagang muslim dari seluruh daerah di Indonesia, dan Jamiat Khair beranggotakan bangsaan Arab, maka pada awal berdirinya Boedi Oetama dikhususkan bagi keturunan bangsawan Jawa. Sejarah menctat bahwa pemimpin pertama Boedi Oetama adalah Dr. Soetomo, kemudian digantikan oleh Raden Adipati Tirtokoesomo, bupati Karang Anyar. Pada kongres kedua di Jogya karta, Dr.Tjipto Mangoenkusumo mengusulkan agar keanggotaan dibuka untuk setiap orang ang lahir, hidup dan mati di tanah Hindia, tetapi usul tersebut ditolak oleh Dr.Radjiman, sehingga terkesan Boedi Oetomo merupakan organisasi eksklusif dan anggotanya terbatas hanya orang jawa.Sehingga dapat dikatakan bahwa Syarikat Dagang Islam adalah organisasi pertama yang bersifat nasional sebab beranggotakan wakil semua suku dan daerah di Indonesia. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa organisasi Syarikat Dagang Islam merupakan cikal bakal bagi perlawanan terhadap penjajah yang merupakan awal dari kebangkitan nasional.
Syarekat Dagang Islam kemudian berubah nama menjadi Syarekat Islam, sehingga keanggotaan tidak terbatas hanya kepada saudagar dan pedagang, tetapi juga kepada setiap orang. Pada Kongres Syarekat Islam tahun 1916 di Bandung bertempat di gedung Gedung Merdeka sekarang, maka anggota kongres pada waktu itu menuntut agar bangsa Indonesia memiliki pemerintahan sendiri, sedangkan menurut AK. Pringgadigdo dalam buku “ Sejarah Pergerakan Rakyat Indonesia “ menyatakan bahwa sampai kongres Boedi Oetomo tahun 1928 di Surakarta, Boedi Oetomo masih tetap menolak keangotaan dari luar suku jawa. Padahal, pada waktu itu, anggota Sarekat islam di tahun 1916 telah tercatat memiliki 360.000 orang keanggotaan yang berasal dari berbagai pulau di Indonesia. Dari realitas sejarah diatas dapat dikatakan bahwa semangat kebangkitan bangsa Indonesia sebenarnya disuarakan terlebih dahulu oleh organisai Islam seperti Syarekat Dagang Islam, Syarekat Islam, Muhammadiyah, Nahdathul Ulama, Al Washliyah, Jamiat Khair, dan organisasi Islam lainnya yang berdiri pada masa tersebut.
Oleh sebab itu, menurut pakar sejarah Indonesia, George Mc Turner Kahin dalam buku “ Nationalism and Revolution in Indonesia “ menyatakan bahwa faktor utama kebangkitan Indonesia adalah faktor agama Islam, sebagai agama yang dianut oleh mayoritas penduduk dan bangsa Indonesia. Malahan beliau menekankan bahwa terbentuknya integritas nasional dan tumbuhnya kesadaran nasional di Indonesia disebabkan oleh faktor utama tersebut. Menurut beliau hal tersebut dapat terjadi disebabkan beberapa hal :
Pertama, terbentuknya kesatuan agama bangsa Indonesia. Agama islam dianut oleh 90% penduduk dan tidak hanya dianut oleh penduduk pulau Jawa tetapi juga oleh penduduk pulau-pulau di lua Jawa. Kesamaan keyakinan dan agama ini menjadi dasar terbentuknya solidaritas perlawanan terhadap pemerintahan Belanda yang menjajah bangsa.
Kedua, Islam tidak hanya sebagai agama yang mengajarkan perlunya membangun jamaah. Islam juga merupakan simbol perlawanan terhadap penjajahan asing Barat. Seperti yang telah dikemukakan oleh W.F.Wertheim, ketika terjadi penetrasi imperalis Katolik Portugis di Indonesia, yang mendorong rja-raja Hindu dan Budha pada waktu itu untuk masuk agama Islam, sebab kedatangan penjajah Portugis tersebut telah merusak tatanan kehidupan masyarakat Hindu dan Budha. Selanjutnya proses pengaruh Islam smakin kuat dan meluas ketika terjadinya pergatian penjajahan dari tangan Portugis yang beragama katholik kepada penjajah Belanda yang beragama Kriten Protestan.
Ketiga , faktor lain yang mendorong terbentuknya integritas dan kesatuan bangsa adalah adanya perkembangan Bahasa Melayu yang berkembang menjadi bahasa persatuan bangsa Indonesia. Perubahan ini terjadi akibat kebijakan Penjajah Belanda dalam upaya penjajahannya dengan menciptakan rasa rendah diri ( inferiority ) di kalangan umat Islam. George Kahin mengutip pendapat Bousquet yang mengatakan : “ Kehendak yang sebenarnya dari Belanda adalah masih tetap berkeinginan untuk mempertahankan superioritas atas dasar kebodohan pribumi “. Selanjutnya Bousquet menambahkan bahwa guna menciptakan kondisi umat Islam tetap dalam kondisi rendah diri, sebelum terjadinya kebangkitan nasional, pemerintah colonial Belanda “ melarang umat Islam menggunakan bahasa Belanda. Akibatnya, umat Islam menjadikan bahasa Indonesia sebagai senjata kejiwaan yang sangat ampuh untuk mengekspresikan aprisiasi perjuangan nasionalnya”.
Realitas sejarah mencatat bahwa para ulama, santri dan pemimpin organisasi Islam sejak abad ke 9 Masehi sampai abad 20 membangkitkan semangat bangsa untuk mengusir penjajah Belanda serta membangun pemerintahan sendiri. Para pahlawan bangsa yang melawan penjajah mayoritas juga terdiri dari para ulama seperti Pangeran Diponegoro, Teuku Umar Johan Pahlawan, Tengku Cik Ditiro, Imam Bonjol, dan lain sebagainya dimana mereka memimpin umat untuk melawan penjajah sampai darah terakhir. Perlawanan para pahlawan dilanjutkan dengan perlawanan melalui organisasi yang didirikan oleh umat Islam dari berdirinya organisasi Syarikat Islam, Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Al Irsyad, Jamiah al Khair, Persatuan Islam, Matlaul Anwar, Al Washliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah, dan lain sebagainya, dimana semua organisasi islam tersebut mengarahkan umat untuk mengadakan perlawanan terhadap penjajahan bukan hanya dengan senjata, tetapi juga dengan perlawanan melalui pendidikan, ekonomi, sosial dan lain sebagainya. Ini semua merupakan faktor utama bagi kebangkitan bangsa dan kemerdekaan bangsa Indonesia
Hanya saja, pada waktu pemerintahan Indonesia dipegang oleh kabinet Hatta,dalam menghadapi pemberontakan kaum Marxist pada tahun 1946, pemerintah merasa perlu untuk menumbuhkan semangat kesadaran kepada sejarah perlawanan nasional dalam melawan penjajah. Untuk tujuan tersebut, diperlukan penentuan tanggal awal dan organisasi apa yang memelopori timbulnya gerakan kebangkitan nasional, dimana akhirnya organiasasi Boedi Oetomo dipilih sebagai ikon kebangkitan nasional padahal pada waktu itu Boedi Oetomo pada sudah tidak berdiri lagi.
Diputuskan Boedi Oetomo sebagai organisasi kebangkitan bangsa dan dijadikan tanggal berdirinya yaitu 20 Mei menjadi hari kebangkitan nasional, bukan organisasi Islam yang sudah berdiri sebelum berdirinya Boedi Oetomo. Perkara ini disebabkan adanya sikap islamophobia terhadap gerakan Islam, padahal organisasi islam seperti Muhammadiyah, Nahdatul Ulama, Jamiah Al Washliyah, lain sebagainya masih tetap berdiri, hidup dan berkembang hingga saat ini, dan sangat mempengaruhi masyarakat dan berperan aktif dalam membangun bangsa dalam bidang pendidkan, sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Menurut Ahmad Mansyur Suryanegara, keputusan tersebut merupakan tindak lanjut dari dihapusnya tujuh kata dari sila pertama pada Piagam Jakarta padahal keputusan tersebut sebenarnya bertentangan dengan fakta sejarah Boedi Oetomo itu sendiri. ( Api Islam, hal.376 ).
Malahan, organisasi Islam seperti Syarikat Islam menyadari bahwa kuatnya penjajah karena memiliki kekuatan militer. Oleh sebab itu, pada waktu penjajah Jepang merekrut pemuda untuk menjadi pasukan melawan pasukan sekutu dalam perang dunia kedua, maka ulama berijtihad untuk menyertakan pemuda islam dalam sistem pertahanan yang dilaksanakan oleh pemerinah kolonial Jepang dalam menghadapi Perang Dunia, diharapkan nantinya mereka dengan kekuatan militer yang diperoleh dari Latihan militer tersebut akan merebut kembali kedaulatan bangsa dan negara dari penjajah.
Rencana tersebut baru dapat terwujudkan pada masa pendudukan Jepang dengan terbentuknya Tentera Pembela Tanah Air dan umat Islam mendirikan “Laskar Hizbullah “ yang merupakan cikal bakal berdirinya Tentera Negara Indonesia. ( Api Islam, hal. 395 ). Dari penjelasan diatas terlihat bahwa sebenanrnya umat islam dan organisasi Islam dengan para tokoh ulama mereka merupakan faktor utama kebangkitan dan kemerdekaan bangsa. Fa’tabiru ya Ulil Albab.
Buletin
Komentar