1491 MEMBELA ALLAH
Dan diantara manusia ada yang menjual dirinya untuk mendapatkan keridhaan Allah “ ( QS. Al Baqarah : 207 )
Abu Thalhah Al Anshari pada suatu hari membaca Al Qur an. Sewaktu dia sampai kepada Surat At Taubah , dia membaca ayat “…Infiruu Khifaafan wa tsiqaalan…yang artinya : “ Berangkatlah kamu ke medan juang baik di waktu kamu merasa ringan maupun sewaktu kamu merasa berat akan panggilan tersebut, dan berjuanglah kamu dengan harta dan dirimu di jalan Allah…( Surat Al Taubah : 41 ) . Setelah membaca ayat tersebut, dia merenungi makna yang terkandung di dalam ayat tersebut dan kemudian berkata kepada dirinya sendiri : “ Ini adalah perintah berjihad, berjuang untuk membela agama Islam kepada siapa saja baik jika dia merasa ringan atau berat untuk pergi dan melaksanakan perintah tersebut…..berarti ini adalah perintah untuk siapa saja baik itu anak yang masih muda ataupun orang yang sudah tua,….berarti Allah tidak mendengarkan alasan seseorang yang berat melaksanakan perintah ini dan tdak mau pergi berjihad membela agama Islam jika panggilan jihad telah datang.
Setelah merenungi dan memahami makna ayat tersebut , dan sikap bagaimana yang harus diambil , maka dia segera memanggil anak-anaknya dan berkata : “ Wahai anak-anakku..sekarang telah datang perintah jihad, maka persiapkanlah untuk aku segala peralatan dan perlengkapan perang agar aku dapat segera berangkat berjihad membela Islam “. Mendengar permintaan ayah yang sudah tua dan uzur tersebut, maka anak-anaknya mencoba memberikan penjelasan : “ Wahai ayah yang kami hormati, Allah telah memberi rahmat kepadamu karena engkau telah mendapat kesempatan ikut berperang bersama Nabi Muhammad saw. Setelah rasulullah wafat, engkau juga mendapat kesempatan berjihad dan berjuang bersama Khalifah Abubakar As-Shiddiq. Setelah Abubakar wafat, engkau juga telah diberi Allah kesempatan untuk berjuang bersama khalifah Umar bin Khattab. Umar al faruq telah meninggal dan sekarang ini engkau telah tua serta uzur, maka kami rasa lebih baik engkau istirahat saja di rumah, biar kami saja, anak-anakmu ini yang menggantikanmu untuk pergi berperang bersama pasukan di bawah pimpinan Usman bin Affan.
“ Tidak", kata ayah yang sudah uzur tersebut, walau bagaimanapun aku harus ikut pergi berjuang dan berjihad, karena Allah telah memerintahkan kita untuk pergi berjihad walaupun kamu dalam keadaan berat, maka usia tuaku ini bukanlah penghalang untuk ikut berjuang bersama pasukan Islam yang lain..”. Akhirnya anak-anak Thalhah mempersiapkan segala bekal dan perlengkapan perang untuk ayah mereka, dan Abu Thalhah segera ikut bergabung dengan pasukan mujahidin Islam yang berperang di tengah lautan, dan menurut khabar, orang tua yang bersemangat tersebut akhirnya meningal di tengah lautan bebas, sehingga mayatnya baru dapat di kubur setelah pasukan mendapati sebuah pulau yang harus dilayari selama tujuh hari “.
Begitulah semangatnya Abu Thalhah untuk pergi berjuang dan berjihad di jalan Allah, demi membela agama iIslam dari segala gangguan dan serangan musuh, demi menegakkan kebenaran dan mengibarkan bendera kalimat tauhid. Semangat juang dan jihad inilah yang menjadikan Islam jaya dan disegani oleh semua pihak, jangankan anak muda, orang tua yang sudah uzur saja masih tidak mau kalah untuk ikut bergabung membela kehormatan dan perjuangan agama , karena jika agama Islam diganggu, ummat Islam dibunuh, maka Allah telah mewajibkan kepada seluruh ummat iIslam, tua dan muda untuk segera bangkit berjihad, membela kehormatan Islam . “ Dan berperanglah kamu di jalan Allah untuk melawan orang-orang yang menyerang kamu sekalian “ ( QS. Al Baqarah : 190 ).
Sa’ad bin Musayab berkeinginan untuk ikut bergabung dengan pasukan Islam berjihad fi sabilillah, sedang salah satu matanya telah buta, maka banyak yang menasehatinya agar dia mengurungkan niatnya tersebut : “ Wahai said , matamu telah cacat, maka lebih baik engkau tidak usah ikut berperang bersama kami “. Sa’id menjawab : ‘ Allah telah memerintahkan kita semua untuk ikut berjihad baik bagi orang yang merasa ringan untuk berangkat ataupun mereka yang merasa berat . Maka kalau saya tidak bisa bertempur di medan perang, biarlah saya bertugas untuk menjaga perbekalan makanan dan barang-barang..”. Begitulah semangat Sa’id untuk berjuang dan membela Islam, walaupun telah buta sebelah matanya , dia masih tetap berkeinginan untuk ikut berjihad fi sabilillah, walaupun hanya sekedar bertugas untuk menjaga perbekalan barang dan makanan.
Amru bin Jamuh, seorang sahabat yang pincang kakinya, mempunyai empat orang anak laki-laki yang masih muda, dan semua anak-anaknya tersebut ikut berperang bersama Nabi. Sewaktu terkjadi perang Uhud, Amru meminta anak-anaknya agar mempersiapkan segala peralatan perang agar dia dapat ikut berjuang bersama yang lain. Anak-anaknya menjawab : “ Wahai ayah, sesungguhnya Allah telah memberi keringanan kepada engkau. Kalau engkau tinggal di rumah saja, dan kami berempat ini akan pergi menggantikan engkau berjihad di jalan Allah. Bukankah Allah telah membebaskan engkau dari kewajiban perang..? Amru tidak puas dengan jawaban anaknya, lalu dia dan anak-anaknya tersebut menghadap Rasulullah berkata : “ Ya rasulullah, anak-anakku ini melarang aku untuk pergi berjihad bersama engkau. Demi Allah saya hanya mengharapkan syahid, sehingga dengan kaki yang pincang ini saya dapat masuk ke dalam surga “. Rasulullah berkata kepada Amru : “ Sesungguhnya engkau telah dibebaskan Allah dari kewajiban berperang “. Kemudian rasulullah berkata kepada anak-anaknya : “ kalian juga tidak boleh menghalang-halangi ayahmu untuk ikut berjihad. Mudah-mudahan Allah memberikan rahmat syahid kepadanya “. Akhirnya Amru yang cacat itu itetap ikut berperang bersama rasulullah mempertahankan Islam dari serangan musuh, dan dia terbunuh sebagai syahid dalam perang Uhud. Demikian semangat jihad dalam diri Amru, walaupun telah cacat, tetapi dia masih tetap berkeinginan untuk dapat masuk surga melalui mati syahid di dalam berjihad.
Ada lagi seorang sahabat bernama Mus’ab bin Umair. Di waktu mudanya, dia hidup dan dibesarkan dalam kemewahan dan kesenangan. Hidup dengan penuh manja bersama ibu dan bapak yang kaya raya. Dia selalu memakai pakaian yang indah dan mahal. Dan selau hidup dalam berkecukupan tidak kurang sesuatu apapun. ..Tetapi setelah datang perintah hijrah, dia ikut berhijrah ke Habsyah ( Ethiopia ) , hidup dalam pengungsian, ditinggalkannnya segala kemewahan dan kenikmatan dunia demi mengharapkan pahala keredhaan Allah. Sewaktu datang perintah jihad, ditinggalkannya segala kesenangan hidup bersama keluarga, dan segera pergi berjuang menangyung segala penderitaan bersama kaum muslimin yang lain., sehngga akhirnya dia terbunuh syahid sebagai pahlawan dalam perang uhud.
Ketika dia meninggal, Mus’ab yang biasanya berpakaian mewah tersebut tidak mempunyai kain yang cukup untuk menutupi tubuhnya; karena pada waktu itu yang ada hanya sepotong kain yang pendek, apabila kepala ditutup, maka kakinya akan terbuka; dan apabila kakinya di tutup dengan kain tersebut, maka kepalanya akan terbuka. Akhirnya , nabi menyuruh agar kain itu menutup kepalanya saja, sedangkan kakinya ditutup dengan daun-daun kayu; dan dengan berlinangan air mata, nabi menyatakan bahwa Mus’ab yang dulu merupakan seorang pemuda yang kaya dan tampan, selalu berpakaian indah dan mahal tetapi dia rela meninggalkan segala kesenangan hidup, rela untuk hidup menderita dan mati dalam keadaan sepeti ini, tiada lain yang memanggilnya adalah iman di dalam dada.
Begitulah semangat jihad kaum muslimin dahulu kala. Semangat jihad inilah yang dapat menggentarkan musuh – musuh Islam, walaupun jumlah kaum muslimin pada waktu itu sangat sedikit. Semuanya baik tua dan muda, yang kaya dan miskin, yang cacat atau sehat, semuanya sebaik mendengar panggilan jihad, sebaik mendengar Islam diganggu, ummat islam di serang, semuanya segera mempersiapkan diri untuk membela agama Islam, sedia berkorban demi mencari keredhaan Allah, mendapatkan syahid di jalan Allah. Mereka semua yakin bahwa setiap pengorbanan, baik moril maupun materil, apalagi pengorbanan jiwa yang diberikan pada jalan Allah, itu semua akan diperhitungkan dan dibalas oleh Allah dengan balasan yang berlipat ganda. Langkah kaki yang dijalankan, sepeser uang yang dinafkahkan untuk membeli peralatan jihad, lapar dan dahaga yang di derita, semuanya akan ditulis dan dicatat serta akan dibalas dengan balasan yang berlipat ganda : “
Dari kisah di atas dapat dilihat bahwa semangat jihad seorang muslim tidak boleh padam. Jika Abu Thalhah Al Anshari yang tua renta, Said bin Musayyab yang buta sebelah, dan Amru bin Jamuh yang pincang saja telah begitu bersemangat untuk ikut berjuang di jalan Allah, Semangat membela dan berjuang mempertahankan agama ini bukan karena Allah itu lemah, sebab Allah Maha Kuasa, dan Allah mampu membela agamaNya tanpa perjuangan manusia dan makhlukNya tetapi itu adalah untuk memberi keempatan kepada hambaNya untuk membela agama, sehingga hamba tersebut mendapat kedudukan yang tertinggi baik di dunia maupun di akhirat kelak, Fa’taniru Ya Ulil Albab.
Buletin
Komentar