1483 HARI PAHLAWAN  

today November 12, 2021 account_circle Arifin Ismail

HARI PAHLAWAN  

 “ Jangan engaku menyangka bahwa mereka yang terbunuh di jalan Allah itu mati, sebab mereka itu  hidup di sisi Allah dan mendapat rezeki “ ( QS. Ali Imran : 169 )  

 Tanggal sepuluh nopember dikenal dengan hari pahlawan bagi bangsa Indonesia, sebab tanggal tersebut menjadi hari bersejarah dimana bangsa Indonesia dapat mengalahkan serangan sekutu.Pada tanggal sepuluh nopember 1945, Bung Tomo menyampaikan pidato di radio mengajak seluruh rakyat untuk berjuang melawan tentera sekutu yang akan kembali menjajah Indonesia. Bung Tomo berkata: Saudara sekalian..kita diserang,maka sekarang kita menyerang. Darah pasti akan banyak mengalir, jiwa akan banyak melayang, tetapi pengorbanan kita tidak akan sia-sia. Anak cucu kita dikemudian hari insya Allah akan menikmati hasil perjuangan kit, Majulah..hancurkan lawan, Tuhan bersama kita, kemenangan akhir pasti kita capai..Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar ".Demikianlah semangat jihad dikumandangkan oleh Bung Tomo sehingga hari tersebut dikenal dengan nama hari pahlawan. Hari Pahlawan adalah hari jihad, hari kemenangan umat islam, tetapi sayang sekali, sejarah banyak tidak menceritakan bagaimana perananjihad umat islam dalam perjuangan kemerdekaan.

Menurut ahli sejarah, pada abad keenam belas, sebagian besar kerajaan-kerajaan di Indonesia telah dikuasai oleh Islam , maka kedatangan penjajah Portugis segera mendapat perlawanan dari umat Islam. Setelah Portugis berhasil menundukkan Melaka, maka mereka berusaha menundukkan kerajaan Demak. Usaha ini gagal tetapi dengan bantuan kerajaan hindu pajajaran, Portugis berhasil mendirikan pangkalannya di Sunda Kelapa pada Agustus 1522. Hal ini segera mendapat perhatian khusus dari Sunan Gunung Jati atau Fatahillah yang segera dia memimpin perlawanan bersenjata melawan Portugis selama lima tahun dan akhirnya pada 22 Juni 1527 Fatahillah dapat mengusir Portugis dari Sunda Kelapa dan segera menggantikan nama kota tersebut dengan Jaya Karta.

Semenjak pertengahan abad ke tujuh belas,bangsa Belanda berusaha untuk mengukuhkan kekuatannya di bumi Indonesia dengan melumpuhkan kekuatan kerajaan dan kesultanan Islam. Dalam setiap perjanjian yang mengakhiri peperangan antara kesultanan Islam dan penjajah, imperalis belanda memberikan syarat “ Dilarangnya kesultanan Islam tersebut mengadakan kegiatan lautnya “. Para sultan yang menandatangani perjanjian dengan Belanda, selain ditegaskan tentang status simbol kesultanannya, juga diwajibkan menanggalkan syariat Islam dan menghidupkan kembali hukum adat yang lebih berorientasi pada agama tradisi. Kelemahan pertahanan maritim dan politik dari kesultanan Islam di bumi nusantara akhirnya memberikan dorongan untuk membentuk kekuatan lain.

Dalam Islam, terdapat suatu tradisi dimana masyarakat akan mengangkat orang yang berilmu sebagai pemimpin. Oleh karena itu masyarakat segera memilih ulama sebagai pemimpin dalam perjuangan melawan imperalis. Pemilihan masyarakat terhadap ulama bukanlah berdasarkan voting suara atau angket sebagaimana yang dilakukan sekarang tetapi berdasarkan pada nilai-nilai Islam dimana ulama adalah pemimpin dan pemimpin adalah ulama. Sangat disayangkan peranan ulama dalam perjuangan bangsa banyak diabaikan dalam penulisan sejarah , apalagi dalam literatur sejarah yang diajarkan dalam bangku sekolah; sehingga terkesan seakan-akan perjuangan Indonesia terlepas dari ulama dan ummat Islam. Padahal kalau kita kaji sejarah, hampir seluruh pejuang kemerdekaan adalah ulama.

Mertekalah yang memimpin dan menggerakkan masyarakat untuk berjuang melawan Belanda. Kita mengenal Pangeran Diponegoro, Imam Bonjol, Cik Di Tiro, adalah ulama – ulama yang berpengaruh. Thomas Stamford Raffless menuliskan betapa besarnya peranan ulama dalam perjuangan melawan penjajah “ Dan mereka ( ulama ) menjadi aparat yang sangat berbahaya di tangan penguasa pribumi dalam melawan kepentingan Belanda…Kita menjumpai bahwa pendirian ulama-ulama selalu tidak berubah dan mereka selalu dijumpai dalam setiap pembrontakan ( melawan penjajah ) “.

Kondirsi yang demikian mengubah fungsi dan peranan pesantren yang tadinya merupakan lembaga pendidikan menjadi pusat perjuangan melawan penjajah. Oleh karena itu setiap perjuangan melawan penjajah belanda tidak dapat dipisahkan dari ulama , santri dan pesantren. Oleh karena itu seorang ahli sejarah Clifford Geert menyatakan bahwa dalam abd ke sembilan belas saja, Belanda menghadapi empat kali pemberontakan Santri yang besar. Peperangan ini dalam sejarah dikenal dengan perang Sabil. Pertama adalah perang Cirebon yang dalam sejarah dikenal dengan perlawanan rakyat Banten melawan Belanda( 1802-1806 ). Kedua, perang Diponegoro di Jawa Tengah( 1825- 1830 ) . Ketiga perang Padri di Sumatera barat ( 1821 – 1838 ). Keempat adalah perang Aceh ( 1873 – 1908 ) sebagai pemberontakan santri yang terpanjang, dan Belanda tetap mendapat perlawanan dari para ulama sampai tahun 1942. Dari data di atas terlihat bahwa peranan ulama sangat dominan dalam membela kemerdekaan negara sejak kedatangan Portugis sampai detik-detik kemerdekaan.

Oleh karena itu menurut George Mc Turnan Kahin dalam bukunya Nationalism and Revolution Indonesia menyatakan bahwa ada tiga faktor penting dalam termujudnya integritas nasional di Indonesia. Pertama, agama Islam merupakan agama mayoritas bangsa Indonesia. Kedua, agama islam tidak hanya mengajari berjamaah, tetapi juga menanamkan gerakan anti penjajah. Ketiga, karena ummat islam telah menjadikan bahasa melayu sebagai bahasa penyatu untuk membangkitkan aspirasi perjuangan nasional. Sayangnya peranan Islam yang begitu hebat tidak mendapat tempat di buku-buku sejarah; dan digantikan oleh gerakan nasionalis.

 Dalam buku sejarah Kebangkitan Nasional bermula dari berdirinya gerakan Budi Utomo pada tahun 1908; padahal fakta sejarah menyatakan bahwa gerakan nasional pertama bukanlah Budi Utomo tetapi pergerakan Sarekat Dagang Islam yang berdiri pada tahun 1905 kemudian berubah menjadi Sarekat Islam dan mempelopori semangat nasional melalui Kongres Nasional Central Sarekat Islam di Bandung pada tahun 1916. Istilah “ nasional “ telah digunakan oleh ummat islam sebelum dipergunakan oleh gerakan yang lain. Dalam dunia pendidikan buku sejarah mencatat peranan Ki Hajar Dewantara dengan Taman Siswa ; padahal K.H. Ahmad dahlan dengan organisasi Muhammadiyah telah mempelopori pembaharuan sistem pendidikan sejak nopember 1912. Berarti pendidikan Muhammadiyah lebih awal dari pendidikan taman Siswa yang didirikan pada 1922.

 Dalam emansipasi wanita Islam seperti usaha dan karier politik ratu-ratu kerajaan Aceh yang memerintah hampir setengah abad, perjuangan Cut Nyak Dien, Cut Mutiah, kepakaran Laksamana Malahayati dalam militer, dan perjuangan rahmah el Yunusiah dalam pendidikan wanita kelihatannya kalah dibandingkan dengan perjuangan Kartini yang hanya terbukti dari surat menyurat sahaja. Dalam bidang ekonomi, peranan Sarekat Dagang Islam yang menghimpun potensi ekonomi ummat dan masyarakat melawan jaringan ekonomi Belanda yang memberikan kemudahan pada pedagang cina juga kurang mendapat tempat dalam buku-buku sejarah.

 Penjajah Belanda dengan segala cara berusaha mematahkan perlawanan bangsa Indonesia yang dipimpin oleh ulama dan semangat ajaran islam. Untuk itu Belanda melancarkan beberapa stategi untuk melemahkan potensi ulama dan menyelewengkan pemahaman islam yang sebenarnya. Diantara stategi Belanda adalah : Pertama, penjajah Belanda berusaha memisahkan antara Islam sebagai agama dan islam sebagai doktrin politik. Menurut mereka makin jauh antara kedua hal tersebut berarti akan mempercepat proses kehancuran Islam. Kedua, penjajah Belanda menghidupkan golongan pemangku adat, karena mereka ini akan menentang Islam. Penentangan ini disebabkan lembaga Adat dibentuk berdasarkan tradisi lokal sedangkan Islam bersifat universal. Ketiga, penjajah belanda mendidik para priyai, birokrat dan pamong praja dengan didikan barat; dengan demikian, menurut Belanda mereka dapat memisahkan anak-anak muslim dari ikatan agama mereka. Keempat, penjajah Belanda meruntuhkan dan membumi hanguskan segala peninggalan kesultanan Islam dan khazanah intelektual karya ulama Islam. Hal ini dimaksudkan agar generasi muslim Indonesia mendatang tidak dapat lagi mengenal kejayaan kerajaan Islam di bumi Nusantara. Oleh karena itu tidak usah heran jika gemnerasi muslim hari ini tidak mengenal sejarah kerajaan Islam Tidore, kerajan islam Aceh , kerajaan islam Demak kecuali sedikit. Keenam, belanda menghidupkan kembali peninggalan kerajaan hindu dengan merenovasi candi-candi budha dan hindu; sehingga bangsa Indonesia lebih mengenal budaya budha dan hindu daripada budaya Islam yang dianut oleh mayoritas bangsa Indonesia.

 Untuk mematahkan pemberontakan santri di Aceh, maka pemerintah Belanda melancarkan strategi tambahan, yaitu menjalankan operasi militer ke daerah pedalaman dan menindak secara kekerasan terhadap ulama yang ada di kampung-kampung. Langkah kedua, terhadap orang awam diyakinkan seakan-akan Belanda datang untuk melindungi agama islam dengan mendirikan masjid dan surau; sedangkan pelaksanaan kegiatannya dipegang oleh pengurus yang ditunjuk oleh Belanda bukan oleh ulama. Penjajah Belanda merasa yakin dengan strategi tersebut dapat mematahkan perjuangan bangsa. Tetapi ternyata itu semua tidak dapat melemahkan semangat jihad para ulama, para santri dan ummat Islam untuk meraih kemerdekaan. Malah setelah merdeka, terlihat peranan umat Islam dikucilkan, dan banyak stategi dan kebijaksanaan yang diambil seakan-akan melanjutkan strategi penjajah Belanda terhadap Islam seperti memisahkan ulama dengan politik, memisahkan ekonomi dengan Islam , memisahkan adat dengan agama, menghidupkan budaya tradisional, dan menghilangkan peranan ulama, santri, dan ummat Islam dari penulisan sejarah bangsa. Akankah perlakuan terhadap ummat Islam ini terus berlanjut..? Sejarah telah membuktikan bahwa ulama adalah syuhada kemerdekaan, dapatkah kita melanjutkan perjuangan mereka dalam mempertahankan Islam dan  di atas bumi nusantara..? Fatabiru Ya Ulil albab. 

 

Buletin

Share This