1467 JIWA PENGORBANAN

today July 23, 2021 account_circle Arifin Ismail

 

“ MAKA DIRIKAN SHALAT DAN BERKORBANLAH “ ( QS. Al Kautsar : 3 )

Pengorbanan merupakan syarat untuk mencapai kemenangan dalam kehidupan. Ini merupakan peraturan hidup. Untuk itulah dalam Al Quran disebutkan bahwa : " Sesungguhnya kami memberikan kepadamu telaga al Kautsar. Maka dirikanlah shalat dan berkorbanlah. Sesungguhnya musuh engkau akan kalah “ ( QS. Al Kautsar : 1-3)

“ Inna a’tahinaka al Kautsar “, Kami telah memebrikan kepada engkau al Kautsar. Apakah yang dimaksud dengan al Kautsar.? Banyak hadis meriwayatkan bahwa makna al Kautsar disini adalah telaga al Kautsar yang diberikan nanti di dalam surga ( Hadis riwayat Bukhari, Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah ).

Al Kautsar dapat juga bermakna nikmat yang banyak, sebab kalimat Kausar berasal dari Kasura yang berarti “banyak :. Sahabat nabi, Ibnu Abbas menyatakan  bahwa Al Kautsar juga  bermakna “ al khair al katsiir “, kebaikan yang banyak, nikmat yang banyak.  dan Mujahid juga menyatakan bahwa Kautsar adalah “ kebaikan di dunia dan di akhirat “ ( tafsir Ibnu Kasir, Juz 4, hal. 628).

Oleh karena itu  ayat “ Inna A’thainaka kal kautsar “  juga dapat diterjemahkan dengan redaksi : “ Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak “.  Dalam ayat ini Allah menekankan kepada kita bahwa segala nikmat yang didapat adalah pemberinan Allah. Artinya jika engkau mendapat nikmat, mendapat rezeki, mendapat kekuasaan, mendapat pekerjaan, mendapat kesenangan, mendapat kesehatan, maka ingatlah bahwa itu semua merupakan pemberian Allah kepadamu. Kerja keras, ketrampilan dan kepakaran, adalah merupakan ikhtiyar, sebab manusia diwajibkan berusaha dan bekerja. Tetapi hasil yang didapat, itu semua hanya kita dapatkan dari rahmat, nikmat dan pemberian Allah. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil hamd.

Setelah kita mendapat nikmat, maka ayat selanjutnya :adalah : “ Fa shalli li rabbika wanhar “ , maka dirikanlah shalat kepada Tuhanmu dan berkorbanlah. Kalimat" Fa shalli" menurut para sahabat nabi dan pengikut sahabat nabi (tabiin) seperti Qatadah dan Ikrimah bukan saja bermakna dirikanlah shalat, tetapi juga bermakna : “ bersyukurlah kepada Allah atas nikmat yang engkau dapatkan tersebut.”. 

Ayat ini adalah mendidik manusia bagaimana mempergunakan nikmat yang telah didapat. Nikmat tersebut tidak boleh disia-siakan pada kegiatan yang tidak berguna, tetapi harus dapat dipakai secara positif dan produktif. “ Fa shalli” artinya dirikanlah shalat, dengan maksud jika engkau menyadari bahwa pemberi nikmat adalah Allah, maka dirikanlah shalat sebagai bukti pengabdianmu kepada Allah. Menurut sahabat nabi Ikrimah  “ Fa shalli li rabbika“ juga bermakna “ usykur li rabbika , bersyukurlah kepada Tuhanmu “. ( Tafsir Durarur Mansur, Jilid 6, hal. ) Oleh karena itu  ayat tersebut, dapat juga diterjemahkan dengan redaksi : “ Jika engkau telah mendapat nikmat yang banyak, maka bersyukurlah kepada Tuhanmu”. Bersyukur maksudnya adalah  mempergunakan nikmat tersebut dengan cara yang baik, tidak mubazir, tidak untuk maksiat, tetapi untuk beribadah kepada Tuhan yang mencipta alam.

Pemakaian nikmat tersebut selain untuk keperluan diri sendiri dan keluarga, juga harus dapat dipergunakan untuk kepentingan orang lain dan masyarakat. Oleh karena itu maka Allah menyambung ayat “Fa shalli li rabbika” dengan kalimat “ wan Har “ , yang bermakna “ dan berkorbanlah “, sebab dalam harta kekayaan tersebut terdapat hak orang lain sebagaimana dinyatakan dalam ayatlain yang berbunyi : “ dalam harta kekayan mereka itu terdapat hak orang yang meminta dan orang yang memerlukan walaupun otang itu tidak meminta ”.( Surah Dzariyat : 19 ).

Kekayan dan kenikmatan yang diberikan Allah adalah dimaksudkan untuk dapat dipergunakan bagi memnuhi keperluan individu, keluarga dan juga keperluan orang lain, sebaagimana dinyatakan dalam hadis nabi : “ Sesungguhnya Allah telah mengkhususkan kaum dengan nikmat yang diberikan kepada mereka agar mereka dapat memberi manfaat bagi orang lain “ ( hadis riwayat Thabrani daripada Abdullah bin Umar ).

Pemberian dan pengorbanan kepada orang lain tersebut sesuai dengan kenikmatan yang didapat, sehingga tidak dapat dinilai dengan bilangan tetapi diukur dengan besarnya nikmat, sebagaimana dinyatakan dalam hadis : “ Bertambah besar nikmat Allah yang diberikan kepada seseorang itu, maka bertambah besar keperluan manusia kepada orang yang memiliki nikmat tersebut “ ( Hadis dari Aisyah diriwayatkan oleh Thabrani ).  Oleh sebab itu dalam sebuah hadis lain disebutkan : “ Sedekah satu dirham dapat mengalahkan seratus dirham “. Sahabat nabi bertanya : “ Bagaimana mungkin ya Rasulullah hal tersebut dapat terjadi ?. Rasulullah menjawab : “ Seseorang yang memiliki dua dirham, dan dia bersedekah dengan satu dirham, sedangkan seorang lagi mempunyai seribu dirham, dan dia bersedekah dengan seratus dirham; maka sedekah satu dirham tersebut, lebih utama dan lebih besar pahalanya daripada sedekah seratus dirham “ ( hadis sahih riwayat Nasai )

Setiap muslim yang memiliki kemampuan dan kekayaan mempunyai tanggungjawab sosial kemasyarakatan, apalagi terhadap kelangsungan dan perjuangan agama, dengan memberikan sebagian harta kekayaan tersebut untuk keperluan orang lain dan keperluan perjuangan agama. Itulah sebabnya dalam sebuah hadis Rasulullah saw bersabda : “ Siapa yang memiliki kelapangan pada hari ini ( harui raya Idul Adha ) dan dia tidak mau berkorban, maka janganlah dia dekat-dekat dengan tempat shalat kami ini ( masjid nabi ). “.Hadis riwayat Ahmad,dan Ibnu Majah.

Maksud hadis ini adalah jika seorang muslim memiliki kekayaan dan kelapangan, maka hendaklah dia melakukan pengorbanan kepada agama dengan melaksanakan korban. Jika dia tidak mau berkorban sedangkan dia memiliki kekayaan berarti dia bukan bagian dari umat Islam ( dalam arti jamaah ), sebab dia tidak memiliki tanggungjawab sosial. Oleh sebab itu lebih baik dia tidak datang ke masjid, sebab kedatangan ke masjid adalah sebagai tanda memiliki kepedulian sosial dan sedia untuk berkorban demi agama. Sebab tujuan shalat jamaah adalah untk memperkuat jamaah dan umat, sedangkan kekuatan jamaah hanya dengan pengorbanan umatnya terhadap agama dan kepedulian terhadap jamaah yang lain, sebagaimana sabda Rasulullah : Bukanlah termasuk umat Muhammad seseorang yang tidak peduli dengan urusan umat Islam “ ( riwayat Thabrani )

Pengorbanan kepada agama dengan apa yang dimiliki, seperti harta kekayaan bagi orang kaya, dengan pengaruh bagi mereka yang berkuasa, dengan tenaga dan pikiran, dan apa saja yang dapat diberikan, itu merupakan syarat kemenangan suatu agama, sebab itulah dalam kitab suci al Quran, banyak dijumpai ayat ayat yang mberbunyi “ “ Jahidu fi sabilillah bi amwalikum wa anfusikum “, berjihadlah, berjuanglah di jalan Allah denganh harta kamu dan diri kamu

Dalam Surah al Kautsar disambung dengan ayat  “ Inna Syani’aka huwal abtar “, Sesungguhnya musuh-musuh engkau akan kalah “. Seakan-akan makna ayat tersebut adalah : Jika engkau telah mengorbankan harta kekayaan engkau,dan apa saja dari  kenikmatan yang engkau terima untuk perjuangan dalam menegakkan agama , maka barulah musuh-musuh engkau akan kalah “. Dalam bahasa jawa ada pepatah dalam perjuangan kemerdekaan bangsa dahulu : “Bandu , Bahu, Pikir, Sak Perlu Nyawane Pisan “. Ini merupakan sunatullah, merupakan hukum bagi kehidupan. Siapa aja, agama apa saja, umat apa saja, yang lebih banyak berkorban, yang lebih banyak mengorbankan segala sesuatu untuk agamanya, maka agamanya akan menang dibandingkan agama-agama yang lain. Umat apa saja yang peduli dengan saudaranya yang lain, maka umat tersebut akan unggul dibandingkan dengan umat yang lain.

Sikap pengorbanan inilah yang telah dicontohkan para generasi salaf.  Sahabat Abubakar Shiddiq, sewaktu mendengar Bilal bin Rabah disiksa, segera menjumpai tuannya dan membebaskan Bilal dengan harga yang tinggi senilai setengah kilo emas ( Sejarah perjuangan Nabi Muhammad, Jilid 2, hal. 349 ) , tanpa tawar menawar. Sewaktu Rasulullah berhijrah ke madinah, beliau memberikan seluruh hartanya kepada Rasulullah, demikian juga pada beberapa peperangan yang memerlukan biaya yang tinggi.

 Umar bin Khatab memberikan separuh hartanya untuk persiapan jihad di jalan Alah. Usman bin Affan membelanjakan 20. 000 dirham untuk membeli telaga yang dimiliki oleh yahudi, agar umat islam dapat minum secara gratis. Demikian juga yang dilakukan oleh penguasa, konglomerat muslim pada zaman kejayan Islam zaman Umayyah di Damaskus, Abbasiyah di Baghdad,  Andalusia di Spanyol, Dinasti Ayubiyah di Mesir,  sampai kepada Dinasti Usmaniyah di Turki, sebagaimana Sultan Al faith memberikanbantuan 14.000 keping emas kepada Yayasan yang mengelola Masjid Aya Sophia.  Maka dapat dikatakan bahwa kejayaan umat Islam masa lalu adalah berkat pengorbanan yang dilakukan oleh semua orang yang memiliki kelebihan rezki, yang dititipkan Allah kepada mereka. Fa’tabiru Ya Ulil albab.

Buletin

Share This