1466 HARI-HARI YANG SEPULUH
HARI-HARI YANG SEPULUH
“ Demi fajar, dan malam-malam yang sepuluh “ ( QS. Al Fajr : 1-2 )
Dalam al Quran ada sebuah surah yang dinamakan dengan surah al Fajr, dimana Allah Taala telah bersumpah dengan waktu fajar,“ Demi waktu Fajar, dan malam-malam yang sepuluh, dan bilangan ganjil dan genap, “ ( QS. AL Fajr : 1-3 ) Mengapa Allah bersumpah dengan fajar, dan malam-malam yang sepuluh, dan bersumpah dengan bilangan genap dan ganjil. Ini semua dimaksudkan Allah agar manusia memperhatikan waktu yang bermula dengan waktu fajar, kemudian berakhir sampai waktu malam, berarti manusia agar memperhatikan apa yang akan dilakukan atau apa yang sudah dilakukan dari waktu fajar, sampai waktu malam, sebab itulah nilai hidup manusia, bagaimana dia dapat mempergunakan hari-harinya, waktunya dari satu jam ke jam yang lain, dari satu hari kepada hari yang lain, dari tanggal satu setiap bulan sampai akhir bulan, sehinga Allah menambah sumpahnya “ demi bilangan yang genap dan bilangan yang ganjil, sebab bilangan itu hanya ada dua, bilangan genap dan bilangan ganjil, dari tanggal satu sampai tanggal 10, karena bilangan satu sampai sepuluh itulah bilngan yang terus diulang, ulang, seperti bilangan sebelas, itu penggabungan bilangan satu demikian juga bilangan dua belas, sebagaimana bilangan yang lain, sehingga hari-hari yang kita lalui itu adalah pengulangan tanggal satu sampai sepuluh, baik tanggal yang ganjil maupun bilangan yang genap.
Dalam ajaran Islam bilangan yang genap dan ganjil itu sama, kedudukan tanggal satu, dua, tiga, dan seterusnya adalah sama, yaitu waktu dan tanggal yang diamanahkan kepada manusia untuk melakukan amal yang baik, sehingga dalam islam tidak ada bilangan yang dianggap keramat, juga tidak ada bilangan yang dianggap sial, sebagaimana keyakinan Sebagian orang yang menganggap bahwa tanggal tiga belas itu sebaggai bilangan yang membuat celaka, sehingga mereka menghindar dari segala sesuatu angka tiga belas, demikian juga ada sebagian orang yang menyangka bahwa angka empat, atau angka delapan itu angka keramat, dan lain sebagainya. Demikian juga ada sebagian masyarakat menyangka ada hari-hari mulia, dan ada hari-hari sial, padahal dalam islam semua hari, dan semua tanggal itu tidak memiliki nilai magis, semuanya sama. Nilai mulia suatu hari atau tanggal tergantung bagaimana manusia memprgunakan hari dan tanggal tersebut, dimana jika mereka mempergunakan hari itu dengan amal saleh, dengan kebaikan kepada Allah dengan ibadah, atau mempergunakan hari itu dengan kebaikan kepada mansusia atau alam semesta, maka hari itu bernilai mulia, terlebih lagi jika kebaikan tersebut dilaksanakan degan niat ikhlas, maka hari dan tanggal itu menjadi hari yang mulia, dan bernilai ibadah. Sebaliknya jika hari-hari dan tanggal tersebut diisi dengan amal perbuatan yang buruk, dan perbuatan yang melanggar petunjuk Allah, maka hari dan tanggal itu merupakan hari dan tanggal yang hina, sebab diisi dengan kejahatan dan kemaksiatan, sehingga kemuliaan hari dan tanggal tergantung bagaimana manusia mempergunakannya.
Inilah konsep hari dan bilangan tanggal bagi seorang muslim, dimana setiap hari baik hari apapun itu, dan setiap bilangan tanggal, baik tanggal dari bilangan yang ganjil, atau tanggal dari bilangan genap, semuanya adalah sama, tidak ada hari dan tanggal yang sial, demikian juga tidak ada hari dan tanggal yang keramat, sebab kemuliaan suatu hari atau kemuliaan bilangan tanggal itu tergantung dengan amalan manusia pada hari dan tanggal tersebut. Itulah sebabnya dalam sebuah hadis yang melarang seorang muslim itu berpuasa pada hari jumat, sebab di khawatirkan bahwa seseotrang itu akan memuliakan hari itu dibandingjan dengan hari yang lain, padahal kemuliaan hari jumat bukan karena harinya tetapi karena adanya ibadah shalat jumat yang terdapat pada hari tersebut, sehingga nabi melarang puasa yang dikhususkan untuk hari jumat tersebut, sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadis : “ Janganlah seseorang daripada kamu berpuasa sunat semata-mata pada hari Jumaat melainkan berpuasa sebelumnya atau sehari selepasnya”. (Hadis Riwayat Bukhari :1849 dan Muslim: 1929). Hadis ini dimaksudkan agar jangan sampai seseorang itu mengkultuskan hari jumat dibandingkan hari yang lain, sebab semuanya adalah waktu yang telah Allah ciptakan, dan kemuliaan itu tergantung dengan pemakaian hari jumat dengan amal yang saleh.
Demikian juga seorang muslim tidak boleh mengutuk waktu dan hari-hari tertentu, sehingga menganggap ada hari sial, ada bilangan yang sial, dan lain sebagainya, malahan keadaan suatu hari misalnya hari itu hujan atau panas terik juga tidak boleh dikutuk dan dicaci maki, karena semuanya itu merupakan takdir Allah Taala, sebagaimana dalam hadis dinyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda “Janganlah kamu mencaci maki dan mengutuk masa karena Allah yang mengatur masa, dan Dia yang membalikkan siang dan malam “ ( Hadis sahih Bukhari Muslim )
Itulah sebabnya seorang muslim harus dapat mempergunaan setiap hari dari awal tahun sampai akhir tahun dengan amal yang saleh, mempergunakan setiap bilangan tanggal, baik tanggal genap maupun tanggal ganjil itu dengan amal kebaikan, baik kebaikan dalam hubungan kepada Tuhan dengan melakukan amal ibadah seperti zikir, membaca al Quran, shalat, puasa, demikian juga dengan amal kebaikan dengan manusia dan masyarakat seperti melakukan silaturahmi, membantu orang lain dengan sedekah, dan lain sebagainya. Itulah sebabnya dalam hadis dinyatakan bahwa rasulullah saw bersabda : “ Tiada sesuatu hari yang mana orang beramal saleh di dalamnya yang lebih disukai oleh Allah daripada hari-hari yang sepuluh. Sahabat bertanya : “ walaupun dari amal jihad fi sabilillah ya rasulullah ? “ Rasulullah saw menjawab : “ Walaupun jihad fi sabilillah, kecuali jika seseorang itu keluar berjihad membawa semua hartanya dan tidak kembali sama sekali, maksudnya sehingga dia mati syahid “. ( Hadis Riwayat Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah ).
Jika kita meneliti bahwa kalimat “ malam yang sepuluh “ dalam surah al Fajr, demikian juga kata-kata “ hari yang sepuluh “ dalam hadis sahih masih bersifat umum, tanpa menyebutkan apakah hari dan tanggal di bulan tertentu, hanya saja dalam tafsir disebutkan bahwa menurut Hadis yang diriwayatkan oleh Baihaqi, dari jabir bahwa rasulullah saw bersabda bahwa yang maksud dari “malam yang sepuluh “ itu adalah malam-malam dari malam satu Dzulhijjah sampai sepuluh Dzulhijjah ( Tafsir Durarur Manstur ) Dalam hadis dari Ibnu Abbas bahwa yang dimaksud dengan malam-malam yang sepuluh itu adalah malam-malm pada sepuluh terakhir daripada bulan Ramadhan, sedangkan menurut hadis yang lain dinyatakan bahwa maksud dari ‘malam-malam “ yang sepuluh itu adalah “dari tanggal satu muharram sampai sepuluh muharram. Untuk lebih jeals sila buka tafsir Surah al Fajr, dari kitab tafsir Durarur Manstrur, oleh Imam Suyuthi. Oleh sebab itu ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hari yang sepuluh itu adalah hari-hari sepuluh Muharram, demikian juga dengab sepuluh hari bulan Muharram, dan sepuluh hari akhir bulan Ramadhan yang merupakan hari-hari yang diisi dengan amalan-malan kebaikan, sebagai Pendidikan dan latihan bagi muslim untuk menjalani hari-hari mereka sejak awal tahun yang dimulai dengan bulan muharam, sampai akhir tahun yang dimulai dengan bulan dzulhijjah, semuanya haruis diisi dengan amal kebaikan dalam ibadah seperti puasa, zikir, shalat , membaca al Quran dan khalifah Allah dengan memberikan sedekah , silaturahmi, dan prestasi terbaik lainnya.
Pada saat ini, kita sedang berada pada sepuluh akhir bulan dzulhijjah, marilah kita memperbanyak amal kebaikan sebagaimaan dinyatakan oleh Abu darda’ dalam sebuah hadis : “ Berpuasalah kamu pada sepuluh akhir bulan Dzulhijjah, dan perbanyak membaca doa, istighfar, serta sedekah di dalamnya, sebab Rasulullah bersabda : Celaka orang yang tidak mendapat bagian kebaikan dalam hari-hari yang sepuluh jagalah hari-hari itu terutama pada hari kesembilan ( hari arafah ), sebab pada hari tersebut terdapat keuntungan yang lebih banyak dari apa yang dihitung oleh orang-orang yang menghitung “ . Demikian juga Mujahid menyatakan bahwa Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Tiada hari yang lebih besar di sisi Allah, dan lebih disukai untuk melakukan amal di dalamnya melebihi hari-hari sepuluh Dzul Hijjah, oleh karena itu perbanyaklah olehmu membaca takbir, tahmid, ( memuji allah ) dan tahlil yaitu membaca “Laa ilaaha ilallah “ ( hadis Riwayat Ahmad, dan Baihaqi ). Oleh sebab itu, Nafi berkata bahwa sahabat Nabi, bernama Ibnu Umar selalu bertakbir dalam semua hari yang sepuluh baik di atas tempat tidur maupun sambal duduk-duduk. Demikian juga sahabat Nabi , Atha bin Abi Rab’ah biasanya bertakbit di jalan-jalan dan pasar selama hari yang sepuluh. Mari kita segera berbuat baik, pada hari-hari sepuluh ini, meningkatkan hubungan dengan Allah dan kebaikan dengan manusia, sehingga kita akhiri akhir tahun dengan kebaikan-kebaikan, sambil meminta ampun atas segala dosa dan kesalahan. Fa’tabiru Ya Ulil albab.
Buletin
Komentar
Aisha Lisa Mulia
Mencerahkan sekali. Patut diviralkan mengingat msh bny ummat Islam yg pemahamannya ironisnya hanya sebatas kulit dan hukum . dzahirnya saja. Tdk paham asbabul nuzul dan wurudnya. Jazakallahu khairan, yaa Ustadz.
about 2 years ago Reply