1462 Ilmu Dan Gelar

today June 10, 2021 account_circle Arifin Ismail

 

“ Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah menjadikan kamu “ ( Q.S. Al Alaq : 1-3 )

 

Akhir-akhir ini ini terdengar bahwa beberapa kampus memberikan gelar keilmuan kepada para politisi, pejabat dan lain sebagainya, dengan istilah gelar honuris causa, atau gelar kehormatan , seperti doktor kehormatan, dan lain sebagainya. Sebetulnya gelar kehormatan tersebut diberikan oleh suatu perguruan tinggi kepada seseorang yang memang telah terbukti memiliki prestasi keilmuan kepada seseorang, walaupun seseorang itu tidak pernah mendapatkan gelar tersebut secara akademik. Jika pemberian gelar tersebut sesuai dengan kepakaran, prestasi seseorang dalam bidang tertentu, itu tidak menjadi masalah. Tetapi jika terjadi bahwa pemberian gelar tertentu kepada seseorang bukan karena pertimbangan keilmuan, ini yang menjadi kekacauan dalam keilmuan. Apalagi jika seandainya masyarakat tidak pernah mendengar dan melihat prestasi keilmuan orang tersebut, tetapi diberikan karena kekuasaan yang ada pada orang tersebut, atau karena kekayaan yang dimilikinya, ini merupakan bencana keilmuan bagi masyarakat. Apalagi jika sampai memberikan sesuatu yang tidak lazim dalam dunia akademis. Seperti memberikan Profesor kehormatan, padahal dalam dunia akakemik tidak dikenal istilah professor kehormatan, karena professor bukan merupakan gelar akademik, tetapi jika seseorang itu dianggap layak untuk mengajar karena prestasi yang luar biasa, maka dia diberi professor tidak tetap, bukan professor kehormatan. Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, menegaskan bahwa professor bukan gelar akademik melainkan jabatan tertinggi yang diraih oleh dosen. Demikian menurut berita yang dirilis oleh antaranews.  Pemberian gelar kepada tokoh yang tidak memiliki prestasi ilmu ini sangat membahayakan, sebab akan terjadi budaya gelar bukan budaya ilmu, padahal kemajuan suatu masyarakat hanya terjadi dengan budaya ilmu, bukan budaya gelar.

                Sejarah menyatakan bahwa kejayaan bangsa lalu karena mereka mempunyai budaya ilmu, bukan gelar. Kita mengetahui hampir seluruh pemikiran dan ilmu di dunia merujuk kepada masyarakat Yunani sehingga memunculkan pemikir seperti Socrates, Plato, Aristoteles dan lain sebagainya. Mengapa demikian.? Karena masyarakat Yunani adalah masyarakat ilmu. Robert M. Hutchins mantan rektor Universitas Chicago menyatakan : “ Di Athena, pendidikan bukanlah kegiatan yang terbatas pada masa-masa tertentu, ditempat tertentu, atau pada peringkat umur tertentu. Pendidikan merupakan tujuan utama masyarakat. Suasana kota telah mendidik manusia, sehingga penduduk kota Athena dididik oleh budaya “. Masyarakat yahudi juga adalah masyarakat yang mempunyai budaya ilmu, sehingga walaupun jumlah mereka kecil , tetapi mereka menguasasi seluruh kegiatan dunia, baik politik, budaya, ekonomi, ilmu penetahuan dan lain sebagainya. Masyarakat yahudi melahirkan Einstein dalam iptek, Sigmund Frued, dalam ilmu psikologi, Spinoza, dalam filsafat. Mereka semua adalah tokoh-tokoh Yahudi.  Ini disebabkan karena bangsa yahudi mempunyai budaya ilmu yang tinggi, sehingga Abba Eban, seorang anggota Knesset dan mantan menteri pendidikan Israel yang pernah menjadi dubes di PBB mengatakan : “ Masyarakat yahudi mempunyai tradisi ilmu yang lama, berasal dari kitab Taurat dan tulisan Rabbi ( pendeta ) mereka. Mereka menghayati apa yang disebut dengan “ kegairahan mencari makna “ yang telah membuat  mereka berusaha mengarungi segala kesusahan sepanjang sejarah “.    Pada abad ke delapan belas, kota Virginia, di Amerika Serikat belum mempunyai universitas, tetapi dari kota tersebut telah lahir beberapa pemimpin seperti Benjamin Franklin, George Washington, Thomas jefferson, John Adam dan lain-lainnya. Setelah diselidiki, ternyata, pada masa itu penduduk Virginia telah mempunyai budaya ilmu, sehingga setiap ayah selalu mewasiatkan kepada anaknya untuk membaca buku-buku klasik dan sejarah pemikiran dari John Locke, bacon dan lain sebagainya.

Islam sebenarnya telah meletakkan budaya ilmu sebagai budaya masyarakat. Itulah sebabnya perintah pertama adalah Iqra’, bacalah…! Hadis Nabi tentang ilmu sangat banyak sehingga beliau meyuruh umatnya untuk mencari ilmu dari buaian sampai ke liang lahat. Carilah ilmu walaupun sampai ke negeri cina, adalah gambaran agar mencari ilmu tidak mengenal usia, tempat dan waktu. Masyarakat Islam terdahulu juga sudah mewariskan bagaimana agar masyarakat islam menjadi masyarakat berbudaya ilmu, sehingga para sahabat  menyatakan  bahwa berpikir satu jam lebih baik daripada ibadah shalat sunah selama tujuh puluh tahun , dan mengkaji satu bab ilmu pengetahuan lebih baik daripada shalat sunat sebanyak seratus rakaat. Inilah gambaran budaya ilmu dalam masyarakat islam terdahulu.

 Imam Syafii telah menghafal Al Quran diwaktu umur beliau baru tujuh tahun, dan telah menghafal Kitab Al Muwatta karangan Imam Malik sewaktu beliau berumur sepuluh tahun. Pada waktu beliau berumur lima belas tahun, beliau sudah dapat memberikan fatwa dan dalam kehidupan sehari-hari beliau menghabiskan waktunya sepertiga malam untuk belajar. Imam Ibnu Taimiyah, walaupun dibesarkan dalam suasana politik yang kacau karena dimasa itu umat islam sedang di bawah keganasan Mongol dan perang salib, tetapi beliau mempelajari Al Quran, Hadis, Fikih, matematik, sejarah, sastera, teologi, filsafat sehingga pada umur dua puluh satu beliau sudah memiliki semua ilmu pengetahuan. Al –Jahiz, walaupun seorang penjual roti dan ikan, dia memiliki ilmu dan karangan yang banyak. Dia mendapat ilmu bukan dengan masuk ke ruang kuliah, tetapi dengan cara bergaul dengan para ilmuwan di kampung Mirdad, sebuah kawasan pingiran kota basrah. Dia sering mengunjungi masjid dan belajar dari para pengunjung di masjid. Begitu hebatnya beliau mencari ilmu sehingga dia meninggal dunia dalam keadaan tertindih oleh buku-buku yang selalu tersimpan di sekelilingnya.

Ibnu Rusyd, seorang ahli filsafat Islam sepanjang hidupnya hanya berlibur dua hari saja yaitu pada hari kematian bapaknya dan hari pernikahannya, sedangkan hari yang lain tidak ada istilah libur bagi hidupnya, karena seluruh waktunya diisi dengan mengajar, menulis, dan memberikan fatwa. Ibnu Sina, pada umur sepuluh tahun telah menghafal Al Quran, kemudian dia belajar tentang matematik, filsafat, kedokteran, dan pada umur enam belas tahun dia sudah melibatkan diri dalam ilmu hukum. Jika ada buku yang sulit, maka dia membaca berulang kali, sebagaimana dia membaca buku Aristotles dalam Metafisik sebanyak empat puluh kali. Jika dia menamatkan buku setebal limaratus halaman, maka dia mengadakan kesyukuran dengan mendirikan shalat sunat dan bersedekah. Pada umur delapan belas tahun, dia telah menguasai seluruh bidang ilmu pengetahuan. Beginilah budaya ilmu dalam masyarakat Islam zaman dahulu. Semoga budaya ilmu ini, bukan budaya cari gelar,dan titel, menjadi budaya masyarakat kita yang sedang berusaha untuk bangkit menjadi masyarakat yang mandiri dan madani, karena ini merupakan syarat utama untuk kebangkitan suatu bangsa. Iqra’ , bacalah, karena membaca dan mencari ilmu adalah ibadah..

.Dalam sebuah hadis dinyatakan bahwa : “ Barangsiapa berjalan mencari ilmu maka Allah akan memudahkan jalan baginya untuk masuk kedalam surga “ (HR. Muslim ). Muadz bin Jalab berkata bahwa rasululah bersabda : “ Pelajarilah ilmu, sebab mempelajari ilmu pengetahuan karena Allah merupakan wujud dari tunduk kepadaNya, sehingga belajar itu merupakan ibadah, bermuzakarah dan diskusi ilmu merupakan tasbih, dan mengadakan penelitian terhadap sesuatu merupakan jihad, mengajarkan ilmu kepada orang lain adalah sedekah. “( Ibnu Abdil Barr ). Begitu tingginya nilai membaca sehingga pada suatu hari rasulullah berkata kepada Abu Dzar : “ Wahai Abu Dzar, jika engkau bangun dipagi hari dan mempelajari satu ayat daripada ayat-ayat alQuran itu lebih baik daripada engkau melakukan shalat sunat seratus rakaat, dan jika engkau mempelajari satu bab ilmu pengetahuan baik ilmu itu engkau amalkan atau tidak engkau amalkan maka itu lebih baik daripada shalat sunat seribu rakaat “ ( riwayat Ibnu Majah ).

Abu Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah bersabda : “ Jika seseorang belajar satu kalimat, atau dua kalimat, atau tiga kalimat, atau empat kalimat, atau lima kalimat daripada ilmu yang diwajibkan Allah untuk diketahui, dan dia mempelajarinya serta mengajarkannya kepada orang lain, maka baginya adalah surge “( Riwayat Abu Nuaim dengan sanad hasan ). Oleh sebab itu Islam sangat menghargai ulama sebaagimana dinyatakan dalam hadis bahwa “ kemuliaan seorang ulama atas ahli ibadah bagaikan kemuliaan bulan atas semua planet yang lain “ ( Abu Daud ). Semoga masyaralkat kita dapat menjadi masyarakat yang memiliki budaya ilmu, dan sibuk dengan jihad ilmu, bukan sibuk dengan mencari gelar, membeli gelar, membayar Lembaga riset untuk memberikan data riset sesuai dengan keinginan si pemberi dana, karena ini semua merupakan pembodohan masyarakat, padahal suatu negara akan maju jika dalam negara tersebut terdapat masyarakat yang berbudaya ilmu, dan riset, budaya membaca, bukan budaya gelar dan lain sebagainya bentuk penipuan yang berkedok ilmiah. Fa’tabiru Ya Ulil albab.

 

 

Buletin

Share This