1456 Masyarakat Al Quran
"Didalam bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasa atas petunjuk dan pembeda yang haq dan bathil." (QS. Al-Baqarah:185)
Bulan Ramadhan adalah bulan yang suci dan mulia. Diantara sebab kemulian dan keutamaannya adalah diturunkannya seluruh kitab suci pada bulan Ramadhan. Menururt riwayat , Mushaf Ibrahim diturunkan pada satu Ramadhan , kitab Taurat diberikan kepada nabi Musa pada 6 Ramadhan, kitab Injil diturunkan kepada nabi isa pada tiga belas Ramadhan dan Al-Qur’an diturunkan di Gua Hira pada tujuh belas Ramadhan.
Al-Quranul Karim diturunkan dalam tiga tahapan; pertama diturunkan di Lauhul Mahfuz, kedua diturunkan di Baitul ‘Izzah, dan ketiga diturunkan secara beransur-ansur kepada Nabi Muhammad SAW yang diawali dengan surah Al-Alaq “Iqra Bismirabbika” pada malam 17 Ramadhan.
Proses penurunan Al-Qur’an ke Lauh Mafhfuz di jelaskan dalam Al-Qur’an: “Al-Qur’an Al-Majid (yang mulia) tersimpan di Lauh Mafuz” (QS Alburuj:21-22). Penurunan Al-Qur’an di Lauh Mahfuz secara total dan utuh, sedangkan proses penurunan dan penyimpanan, juga waktu serta masa penurunan di Lauh Mahfuz tidak ada yang mengetahui kecuali Allah SWT.
Proses Penurunan kedua adalah diturunkannya Al-Qur’an ke langit pertama dan disimpan d Baitul Izzah pada malam Lailatul Qadar, sebagaimana ditegaskan dalam ayat –ayat Al-Qur’an: “Sesunguhnya Kami turunkan kitab suci Al-Qur’an pada malam yang penuh berkah” (QS. ALBaqarah:185).
Diturunkannya Al-Qur’an di Baitul Izzah juga secara menyeluruh, tidak secara beransur ansur, kemudian dari tempat tersebut barulah diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW secara bertahap, sebagaiman dijelaskan dalam sebuah hadis dari Ibnu Abbas: “Al-Qur’an tersebut diletakkan di Baitul Izzah, di langit dunia, kemudian barulah Jibril menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW” HR. Al Hakim.
Proses Penurunan ketiga adalah dimulai pada malam 17 Ramadhan dengan ayat Iqra’ dan diakhiri pada haji wada’, tanggal 9 Zulhijjah tahun kesupuluh hijrah dalam masa waktu 22 tahun 2 bulan 22 hari dengan ayat “Al yauma akmaltu lakum dinukum….” Inilah ulasan singkat tentang sejarah Nuzulul Qur’an.
SIKAP NUZULUL QURAN
Seorang anak bernama Iqbal sejak kecil selalu membaca Al-Qur’an setelah usai sholat subuh. Jika si kecil Iqbal sedang membaca ayat-ayat kalam ilahi tersebut, si ayah yang bernama Mir Muhammad, seorang tokoh masyarakat kota Sialkot, sebuah kota kecil di Negara Pakistan, selalu memperhatikan anak kecilnya itu mrmbaca kitab suci Al-Qur’an tersebut dan bertanya: “Wahai anakku apakah yang sedang kamu kerjakan?” Iqbal pun menjawab: “”Wahai ayahku, aku sedang membaca Al-Qur’an..”
Setiap hari si ayah bertanya dengan pertanyaan yang sama dan si Iqbal pun menjawab dengan jawaban yang sama , sehingga pada suatu hari si kecil Iqbal berpikir kenapa ayahnya selalu bertanya jika ia sedang membaca Al-Qur’an. Pada suatu hari Iqbal kecil bertanya kepada ayahnya:” Wahai ayahku, setiap aku membaca Al-Quran, engkau selalu bertanya dengan pertanyaan yang sama. Apakah maksud pertanyaan ini wahai ayahku yang terhormat?
Spontanitas Mir Muhammad menjawab:”Wahai anakku, aku selalu menyapapmu ketika kau membaca Al-Qur’an agar engkau benar benar menyadari bahwa engkau sedang membaca Al-Qur’an dan “BACALAH ALQUR’AN SEAKAN AKAN AYAT-AYAT TERSEBUT DITURUNKAN LANGSUNG KEPADAMU” Semenjak itu Iqbal selalu membaca Al-Quran dengan sebuah perasaan seakan akan setiap ayat yang dibaca merupakan perintah dan pedoman hidup yang ditujukan kepada dirinya sendiri. Setiap membaca dia berusaha untuk mengadakan “Nuzulul Qur’an kepada dirinya sendiri.
Sikap Nuzulul Qur’an setiap membaca kalam Ilahi dan merasakan dialog dan komunikasi langsung dengan tuhan dalam setiap ayat yang dibaca inilah yang akhirnya menjadikan Iqbal selalu hidup dalam Al-Quran, dimana setiap malam dia selalu membaca Al-Qur’an dengan penuh penghayatan; sehingga konon kabarnya, pembantu rumahnya terpaksa menjemur Al Qur’an yang basah oleh air mata Iqbal pada malam hari.
Setiap tujuh belas Ramadhan kita menyambut Nuzulul Qur’an dengan peringatan yang cukup meriah dengan alasan syi’ar agama. Tetapi sudahkah kita “me-nuzulkan AlQuran” dalam diri kita masing-masing sehingga setiap muslim benar benar dapat menjadi syiar agama bagi masyarakat disekitarnya. Memperingati nuzulul Qur’an berarti memperingati sejauh manakah kita sudah memahami, menghayati dan mengamalkan AL-QUr’an dalam kehidupan kita sehari hari. Bagaimana dengan keadaan kita sekarang inidengan Al Quran?
Kita memperingati Nuzulul Qur’an setiap bulan Ramadhan, seyogyanya merupakan peringatan kepada kita semua sudahkah kita me-nuzulkan AlQuran kedalam hati, jiwa, pikiran, perasaan, dan sikap hidup kita sehari hari. Sehingga setiap kita dengar alunan ayat suci al Qur’an maka hati kita akan tergetar untuk segera menyambut seruan Ilahi Rabbi, mengabdi dan menyembah kepadanya .
Tetapi sangat disayangkan, dewas in AL-Quran hanya menjadi hiburan, baik dalam ornamen ornamen rumah maupun dalam bentuk kaset sehingga banyak mesjid merasa lebih baik memutar kaset alQur’an daripada mengumandangkan bacaan dalam suara asli. Padahal sebaik baiknya suara kaset, masih lebih baik lagi jika AlQuran tersebut dibaca dengan suara asli. Apalagi dibaca dengan penuh penghayatan akan makna dan kandungannya. Tetapi apakah zaman telah berubah sehingga irama lagu AlQur’an lebih disukai daripada bacaan dengan penuh penghayatan???
MASYARAKAT AL-QURAN
BAgi seorang mukmin, membaca Al-Quran harus menjadi kegemarannya setiap saat. Pada waktu membaca AlQuran dia merasa seolah-olah jiwanya menghadap kehadhirat Allah, siap menerima amanat yang suci yang terkandung dalam ayat ayat Al-Qur’an. Maka membaca, memahami, dan mendalami dan menghayati alQUran hendaklah menjadi wirid(kebiasaan) baik di siang amaupun malam. Tiada kebahagiaan yang lebih indah bagi seorang muslim, jika dapat mengkhatamkan AlQur’an apalagi mengkhatamkannya dengan memahami makna yang terkandung didalamnya.
Telah menjadi tradisi Rasulullah untuk mengkhatamkan Al-Quran dalam seminggu. Sehingga Utsman bin Affan, Zaid bin Tsabit, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Kaab, selalu mengkhatamkan Al-Qur’an pada setiap hari Jum’at. Dalam hadist yang shahih,Rasulullah menyuruh Abdullah bin Umar untuk mengkhatamkan Al-Qur’an dalam seminggu. Walaupun ada diantara sahabat-sahabat yang mengkhatamkan Al-Qur’an setiap bulan sambil memahami makna ayat satu persatu.
Tradisi ini kemudian di maysarakatkan oleh ulama-ulama zaman dulu, sehingga setiap malam Jum’at mereka membuat acara “takhtim dan tahlil” (acara pengkhataman alquran). Berarti mereka membaca alqur’an dirumah masing-masing dan mengkhatamkannya pada makam jum’at di mesjid dan musholla dalam acara takhtim. Namun disayangkan sekali jika sekarang ini acara “takhtim” dilakukan tanpa upaya mengkhatamkan Al-Qur’an setiap minggu, malah lucunya kadang “takhtim dilakukan setiap minggu tapi AlQur’an tidak pernah dikhatamkan sama sekali.
Tradisi membaca alqur’an hendaknya dilakukan sejak kecil, Maka sangat berdosalah orang tua yang mempunyai anak tapi tidak dapat mendidik anaknya untuk membaca Al-Qur’an. Tidak ada malu yang paling besar dihadapan tuhan bilamana anaknya tidak pandai membaca alquran. Sebaliknya, tidak ada kegembiraan yang paling utama daripada orang tua yang dapat mengajarkan anaknya pandai membaca Al-Quran sebagaimana sabda Rasulullah SAW: “ Tidak ada suatu keberuntungan bagi seorang yang telah menjadikan anaknya pandai membaca ALQur’an , kecuali baginya nanti pada hari kiamat akan diberikan suatu mahkota dari syurga.”
Marilah kita berusaha untuk memberantas buta huruf Al-Qur’an ditengah masyarakat Islam. Sehingga tidak ada lagi rumah ummat islam yang penghuninya tidak dapat membaca alqur’an Tidak ada alasan untuk tidak mempelajari misalnya; karena sudah berumur, sudah tua, sudah dewasa dan lain sebagainya. Yang jelas setiap muslim berkewajiban untuk dapat membaca Al-Qur’an sampai ia masuk ke liang kubur. Apakah kita tidak malu apabila masih ada diantara anggota keluarga kita yang masih tidak dapat membaca alqur’an? Sedangkan di Pakistan sebuah rumah mendapat malu jika didalamnya tidak ada seorangpun yang dapat menghafalkan Al-qur’an
Sudah waktunya kita memasyarakatkan alQuran maka setiap ada waktu terluang, pergunakanlah untuk membaca dan memahami AlQur’an. Sehingga kemanapun kita pergi baik di kantor, di dalam bis, di pajak, disetiap sudut rumah dan gedung yang kita dengar adalah alunan ayat suci Al-Qur’an. Bukan malu untuk membacanya tapi malu untuk tidak membacanya.
Marilah kita memasyarakatkan Al-Qur’an sebelum meng-Alqur’ankan masyarakat. Kita harus malu setiap diperingati nuzulul Qur’an masih banyak disekitar kita yang belum dapat membacanya. Akhirnya marilah kita laksanakan Nuzulul Qur’an bagi diri kita sendiri, bagi keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar kita.
Buletin
Komentar