1451 Peta Jalan Pendidikan, Agama, Budaya dan Akhlak

today March 19, 2021 account_circle Arifin Ismail

PETA JALAN PENDIDIKAN  : AGAMA,BUDAYA DAN AKHLAK

“ Dan hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama Allah  ‘ ( QS. Rum : 30 )

Draft Peta Jalan ( road Map ) Pendidian Nasional 2020-2035  baru-baru ini disebarkan kepada masyarakat luas, untuk  tujuan mencari masukan dari masyarakat. Diantara masukan dari masyarakat, adalah masukan dari Ketua Umum Muhammadiyah Haedar Nashir dimana beliau melihat bahwa dalam Peta Jalan Pendidikan Nasional tersebut tidak terdapat kata-kata “ agama “, demikian tulis beliau sebagaimana yang dirilis dalam situs muhammadaiyah. or.id. Pengamatan ini perlu mendapat perhatian serius dari kita semua. Pendidikan bangsa ini akan menentukan maju mundurnya bangsa, karena pendidikan tersebut akan melahirkan generasi kepemimpinan di masa mendatang.

Dalam Peta Jalan Pendidikan tersebut dinyatakan bahwa : ‘Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 menetapkan Visi Pendidikan Indonesia 2035 sebagai berikut: “Membangun rakyat Indonesia untuk menjadi pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila “. Dalam kalimat diatas tidak terdapat kata-kata “agama ‘” atau kata -kata “beriman “, walaupun dalam kalimat tersebut telah terdapat kata-kata “ berakhlak mulia dan kata-kata “ budaya ‘. Oleh sebab itu Adian Husaini, Ketua Umum Dewan Dakwah Indonesia memberikan masukan dengan komentarnya  tentang Peta jalan Pendidikan Bangsa tersebut menyatakan bahwa ‘ akhlak ada, agama perlu ditegaskan” sebagaimana tertulis dalam situs adianhusaini.com.

Sejarah dan budaya bangsa Indonesia ini tidak pernah terlepas dari ikatan agama, oleh sebab itu dalam dasar negara kita agama menjadi landasan berbangsa sebagaimana yang tertera dalam sila pertama Pancasila yaitu sila “ Ketuhanan Yang Maha esa “, yang harus menjadi landasan dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk mewujudkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju dengan landasan berketuhanan Yang Maha Esa tersebut diperlukan proses pendidikan,sehingga negara mempunyai kewajiban untuk memberikan Pendidikan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana tertulis dalam Undang Undang dasar 1945 bahwa setiap warga negara berhalk mendapatkan Pendidikan dan negara wajib membiayai” ( UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2 ).     

Oleh sebab itu  Tujuan Pendidikan  Nasional Bangsa Indonesia menurut Undang Undang No.20 Tahun 2003 pasal 3 yaitu  : “ mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab “. 

Jika dalam Tujuan Pendidikan Nasional sudah terdapat kata-kata “ menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa “ sedangkan dalam Peta Jalan Pendidikan tidak terdapat kata-kata  “ agama ‘ dan lkata-kata ‘iman ‘, tetapi terdapat kata-kata ‘ akhlak ‘ dan ‘budaya ‘. Kita melihat disini terdapat perbedaan sudut pandang terhadap “budaya ‘ dan “agama “. 

Menurut Koentjaraningrat “  kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, dan tindakan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dimiliki manusia dengan belajar “. Hal ini sejalan dengan definisi kebudayaan yang dikembangkan oleh Barat, sebagaimana dinyatakan oleh E. B. Taylor bahwa  “ Kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan-kemampuan, serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.

Dari definisi diatas terlihat bahwa agama dan kepercayaan termasuk bagian dari kebudayaan.  Agama yang merupakan bagian dari kebudayaan adalah agama yang dicipta oleh pikiran manusia, bukan agama yang diturunkan oleh Tuhan melalui rasulNya sebagaimaan agama islam yang dianut oleh bangsa Indonesia.

Agama dalam Islam bukan merupakan bagian dari kebudayaan, apalagi hasil pikian dan perengungan manusia, tetapi agama islam adalah agama yang diwahyukan kepada Rasul utusan Tuhan berdasarkan kepada kitab suci yang diturunkan. iIu  sebabnya bagi  umat Islam, agama tidak termasuk dalam bagian budaya, malahan agama harus dapat menjadi dasar dan landasan dari budaya dan kebudayaan bangsa. Itulah sebabnya sila “ketuhanan Yang Maha Esa “ menjadi sila pertama yang menjadi  landasan dan dasar bagi sila-sila selnjutnya.

Menurut pemikir  Islam Kontemporer, Syed Muhammad Naquib al Attas dalam memahami agama terdapat tiga bentuk pengertian. “ Pertama agama itu berdasarkan kepada satu tanzil ( sesuatu yang diturunkan ) daripada Tuhan yang Hak kepada insan yang dilangsungkan dengan perantaraan wahyu yang diturunkan olehNya kepada Nabi dan RasulNya -pengertian ini dipegang oleh mereka yang percaya akan kebenaran agama. Pengertian yang kedua bahwa agama itu adalah himpunan kepercayaan-kepercayan takhayul, termasuk cara -cara melangsungkan ibadat atau penghambaan diri sebagaimana yang ditetapkan-pengertian ini dipegang oleh mereka yang tiada percaya akan kebenaran agama. Pengertian ketiga adalah bahwa agama itu himpunan pendapat dan undang-undang yang disusun dan direka oleh para bijaksana dan ahli filsafat bagi keperluan kesejahteraan dan ketenteraman khayalak ramai masyarakat insan, bagi mencegah hawa nafsu, dan bagi membina serta menjamin tata tertib dalam pelbagai golongan dan lapisan masyarakat insan-pengertian ini dipegang oleh meteka yang bersikap tidak peduli terhadap agama sebagai agama, akan tetapi menganggap alat itu penting hanya sebagai alat negara.( Risalah Kaum Musmilim, 2014 : 26-27 )

Kemudian Al Attas,  menjelaskan bahwa “ kebudayaan barat itu sesungguhnya lebih giat menerima pengertian-pengertian yang kedua dan ketiga yang tersebut diatas, dan kedua  pengertian yang diterimanya itu dapat dimasukkan pada sistem - sistem sosialisme dan kapitalisme mengikut aliran masing-masing ….sedangkan kita berpegang kepada pengertian agama yang berasaskan kepada Tanzil daripada Tuhan kepada insan yang dilangsungkan dengan perantaraan wahyu yang diturunkan olehNya kepada nabi atau rasulNya Muhammad saw sebagai panutan bagi segenap manusia ( Risalah kaum Muslimin : 29 ). Oleh karena agama itu adalah sesuatu yang diwahyukan oleh tuhan kepada nabi dan rasulNya, maka agama dalam konsep kita bukan bagia dari budaya, malahan sehatrusnya agama itu menjad asas bagi segala bentuk budaya, sehingga tidak ada suatu hasil kreasi manusia yang bertentangan dengan nilai-nilai dan norma agama. Tetapi jika agama bagian dari budaya, maka agama akan mudah rusak dan dirubah oleh perubahan budaya, dan itu bukan agama dalam  makna yang sebenarnya.

Demikian juga dengan kata-kata “akhlak “ bukan bermakna karakter yang kosong dari agama, sebab kata-kata akhlak itu sendiri dari asal kata “ kha-la-qa ‘ yang bermakna sesuatu yang dijadikan, sesuatu sikap yang diciptakan oleh Tuhan untuk kebaikan hidup manusia. Kata-kata “ kha-la-qa” akan terkait dengan “ Khaliq ‘ Tuhan Yang Maha Pencipta. Jadi akhlak adalah sifat jiwa yang melekat dalam diri seeotang manusia sesuai dengan asal muasal manusia diciptakan sebagai makhluk yang paling mulia ‘ahsanl taqwim “.  Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa akhlak adalah berpikir, berkehendak dan berprilaku sesuai dengan fitrah yang telah diciptakan Tuhan, dan fitrah manusia itu adalah beragama, beriman kepada Tuhan yang menciptakan dan mengatrur sekuruh kehidupan.

Memang manusia dapat berkarakter yang baik tanpa agama, tetapi dia tidak berakhlak yang mulia, sebab akhlak akan dihubungkan dengan sikap bertuhan, sehingga sikap akhlak itu merupakan sikap penghambaan kepada tuhan, yang mempunyai muatan akhirat, sehingga kebaikan dan akhlak yang dilakukan seorang yang beragama itu tidak sama dengan kebaikan yang dilakukan oleh seeorang yang tidak beragama. Sebagai masyarakat yang beriman, kita akan bersikap dan berakhlak mulia diatas nilai-nilai keimanan dan agama, bukan berakhlak yang kosong dari dasar dan nilai agama, sebab akhlak yang demikian itu tidak memiliki dampak bagi kehidupan akhirat.

Oleh sebab itu, seorang ateis dapat berkarakter yang baik, tetapi karakter tersebut tidak ada hubungan dengan agamanya, maka karakter tanpa agama itu adalah karakter seorang ateis, yang tidak percaya dengan Tuhan, dan tidak percaya dengan kehidupan akhirat. Sedangkan bagi bangsa Indonesia, sebagai bangsa yang beradasarkan kepada ketuhanan Yang Maha Esa,  bangsa yang beriman, bansga yang beragama dan  percaya kepada adanya kehidupan akhirat, maka  pendidikan akhlak yang ditanamkan kepada generasi bangsa adalah  merupakan pendidikan akhlak yang berasaskan kepada nilai-nilai agama yang dianut oleh masyarakat bangsa tersebut, sesuai dengan tujuan pendidikan untuk menjadikan  peserta didik menjadi manusia yang beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab “.  Fa’tabiru Ya ulil albab.

 

Buletin

Share This