MENGHARGAI PERBEDAAN AMALAN NISFU SYA’BAN 

 
“ Sesungguhnya orang beriman itu adalah bersaudara maka perbaikilah hubungan diantara kamu “          

 ( QS.Al Hujurat : 10 )

Bulan Sya’ban merupakan bulan untuk persiapan Ramadhan, maka kita selalu berdoa “ Allahumma bariklana fi Sya’ban wa balighnaa Ramadhan “, Ya allah berkatilah kami dalam bulan sya’ban dan sampaikan kami kepada bulan Ramadhan”. Oleh sebab itu Abu bakar al Bullkhi memberikan perumpamaan bulan rajab, sya;ban dan Ramadhan dengan menanam tanaman sehingga beliau berkata : “ Bulan Rajab adalah bulan untuk menanam benih, bulan sya’ban adalah bulan untuk menyiram tanaman dan bulan Ramadhan adalah bulan untuk menuai dan panen hasil dari tanaman “ , sehingga ada yang berkata : Jika dibulan rajab tidak menanam, dan di bulan sya’ban tanaman itu tidak disiram, bagaimana mungkin pada bulan Ramadhan akan menuai hasil “. 

Kata-kata “ Sya’ban “ itu berasal dari kata-kata “ sya’bun” yang berarti kelompok. Dinamakan bulan sya’ban karena biasanya pada bulan tersebut orang arab akan berkelompok-kelompok untuk mencari air untuk bulan-bulan mendatang. Bulan Sya’ban merupakan bulan mempersiapkan diri untuk menghadapi bulan Ramadhan. Menurut Aisyah ra, bahwa Rasulullah banyak berpuasa sunat , dapat dikatakan bahwa Rasulullah tidak pernah tidak berpuasa tetapi dalam waktu yang lain juga dikatakan bahwa Rasulullah tidak berpuasa sunat sehingga dapat dikatakan bahwa Rasulullah itu tidak berpuasa,  dan   tidak ada puasa yang sempurna sebulan penuh kecuali puasa pada bulan Ramadhan, dan tidak ada bulan dimana Rasulullah banyak berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban “. ( Hadis Sahih Riwayat Bukhari ) . Ummu Salmah, istri Rasulullah saw berkata : “ Aku tidak pernah melihat Rasulullah berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali pada bulan Sya’ban dan Ramadhan “ ( Hadis Bukhari, Abu daud, dan Nasai )
Usamah bin Zaid bertanya kepada Rasulullah saw : “ Ya Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau berpuasa satu bulan penuh ( selain Ramadhan ) kecuali bulan Sya’ban “. Rasulullah saw menjawab : “ Bulan Sya’ban , bulan antara Rajab dan Ramadhan, itulah bulan yang banyak dilupakan oleh manusia  dimana pada bulan tersebut amal manusia akan dilaporkan kepada Allah Taala Tuhan sekalian alam, dan aku sangat suka jika pada waktu amal itu dilaporkan, aku sedang berpuasa “ ( Hadis Hasan, Riwayat Abu daud, Nasai dan Ahmad )

Bulan Sya’ban merupakan bulan persiapan untuk bulan puasa Ramadhan dalam segala tingkatan sehingga dengan persiapan puasa dan amal kebaikan di bulan Sya’ban, kita akan mendapatkan kualitas puasa Ramadhan sesuai dengan tingkatan masing-masing. Imam Ghazali membagi puasa dengan tiga kategori, yaitu puasa orang awam, puasa orang khusus dan puasa orang khusus yang khusus. Puasa orang awam itu puasa dari makan, minum dan dari segala yang membatalkan puasa, sedang puasa khusus itu puasa dari yang membatalkan puasa dan juga dari segala kemungkaran yang disebabkan oleh perbuatan, perasaan, pendengaran, penglihatan, dan lain sebagainya, dan puasa khusus dari yang khusus adalah puasa dari yang membatalkan puasa, juga dari kemungkakaran perbuatan, ucapan, pendengaran, penglihatan, dan juga puasa hati dan pikiran dan perhatian daripada mengingat selain Allah. Puasa dalam semua tingkatan ini  dilakukan sejak awal Ramadhan sampai akhir Ramadhan, sehingga untuk itu diperlukan persiapan mental, dan Latihan diri dengan  puasa baik puasa awam, puasa khusus dan puasa khusus dari yang khusus., diharapkan dengan melakukan persiapan diri, tersebut maka sejak awal Ramadhan kita sudah terlatih untuk melakukan puasa dalam segala timgkatan sehingga bulan ramdhan dapat terpelihara dengan baik. 

Amalan bulan sya’ban sebagai persiapan bulan Ramadhan inilah yang telah dilakukan oleh para  generasi salaf dari kalangan Tabiin ( pengikut sahabat ) terdahulu. Dalam kitab “ Husnul Bayan fi Lailatin Nisfi min Sya’ban “ disebutkan bahwa Tabiin yang berada di kawasan negeri Syam seperti Khalid bin Maqdan, Makhul, Lukman bin Amir, dan lain-lain mengagungkan malam pertengahan Sya’ban dengan melakukan ibadah seperti shalat malam, membaca al quran , shalawat, berdzikir, sedekah, dan amal saleh lainnya disebabkan malam pertengahan sya’ban adalah malam pengampunan dosa berdasarkan hadis yang disampaikan oleh Abu Musa ra bahwa Rasulullah saw bersabda : “ Sesungguhnya pada malam pertengahan sya’ban ( nisfu sya’ban ) Allah Taala akan memberikan ampunan kepada semua makhlukNya kecuali mereka yang musyrik dan orang yang masih bertengkar dengan orang lain “ ( Hadis Riwayat Ibnu Majah, dengan kedudukan hadis menurut AlBani adalah hadis hasan )  
Imam Syafii berkata : “ Ada lima malam dimana doa akan dimakbulkan yaitu malam jum’at, malam Idul Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam pertengahan bulam Sya’ban atau Nisfu sya’ban “. Oleh sebab itu disebagian Kawasan yang bermadzhab Syafii terlihat masyarakat yang berkumpul di masjid untuk berdoa pada malam tersebut yang biasanya diawali dengan membaca surah yasin dan lain sebagainya, sebagai upaya untuk meminta ampun di malam pengampunan tersebut. Demikian juga Khalifah Umar Abdul Aziz mengirim surat kepada pegawainya di Basrah : “ Hendaklah engkau memperhatikan empat malam utama dalam setahun sehingga engkau akan mendapatkan Rahmah dari Allah Tala yaitu malam awal bulan rajab, malam pertengahan sya;ban ( nisfu syaban ) malam Idul Fitri, dan malam Idul Adha “.  

Generasi salafusaleh dari kalangan para Tabiin di negeri Syam merayakan malam nisfu syaban dengan melakukan amal ibadah seperti dzikir, shalat sunat, membaca al quran dan lain sebagainya dengan penuh kegembiraan dengan memakai minyak wangi, pakaian yang indah, dan amalan tersebut mereka lakukan baik secara individu di rumah masing-masing dan juga berjamaah di masjid-masjid. Inilah tradisi para Tabiin di negeri syam. Imam Auzai, salah seorang ulama Syam lebih menyukai melakukan amal ibadah seorang diri daripada berjamaah di masjid, walaupun ada diantara Tabiin yang lebih menyukai ibadah berjamaah di masjid sebagai suatu syiar bagi agama, dan menjadikan sebagai tradisi sebagai Pendidikan bagi masyarakat. Walaupun demikian, Sebagian generasi salaf dari kalangan Tabiin di Kawasan Hijaz seperti Atha dan Ibnu Abi Mulaikan mengingkari untuk melakukan ibadah khusus  di malam nisfu syaban tersebut, dan perbuatan tersebut dianggap sesuatu yang bid’ah. 

Dari kenyataan diatas, dapat kita simpulkan bahwa masalah amal ibadah khusus di malam Nisfu sya’fan adalah merupakan masalah khilafiyah sejak zaman generasi salaf, karena ada sebagian ulama salaf yang melakukan ibadah khusus seperti berdoa, bershalawat, meminta ampun, berzikir, shalat sunat di malam tersebut dan juga ada kelompok generasi salaf yang tidak mengkhususkan amal ibadah pada malam tersebut. Oleh sebab itu sebaiknya umat islam hari ini saling menghormati perbedaan pendapat tersebut, karena mereka yang ingin melakukan ibadah khusus seperti puasa nisfu syaban, berzikir, berdoa, shalat malam dan lain sebagainya baik dilakukan secara individu di frumah atau berjamaah di masjid, itu semua dibolehkan karena  telah dilakukan oleh para generasi salafusaleh dari kalangan Tabiin. Demikian juga bagi mereka yang tidak mau melakukan ibadah khusus di malamm nisfu syaban juga dibolehkan karena ada sebagian generasi salafusaleh dari Tabiin yang tidak melakukan hal demikian. Kedua kelompok harus saling menghargai amalan yang dilakukan oleh kelompok yang lain, terlebih lagi bahwa amalam itu semua merupakan amalan sunat, bukan sesuatu amalan yang wajib, malah dikhawatirkan jika setiap kelompok menyalahkan kelompok yang lain, akan mengakibatkan pertengkaran sehingga membuat kelompok tersebut tidak mendapatkan ampunan pada malam yang mulia tersebut. 

Mari kita persiapkan diri kita masing-masing denga membiasakan diri kita melakukan amal ibadah, akhlak yang mulia, pikian yang suci, dan menghndari  segala bentuk kemungkaran baik kemungkaran dalam perbuatan seperti permusuhan, pertengkaran, penganiayaan, menghindari  kemungkaran ucapan seperti ghibah, fitnah,  pendengaran, demikan juga kemungkaran hati seperti riya, sombong, takabbur, asad, dengki dan lain sebagainya, sehingga sebelum memasuki Ramadhan kita sudah terbiasa dengan perbuatan, ucapan yang baik, dan dengan demikian sewaktu masuk bulan Ramadhan, sejak hari pertama Ramadhan sampai akhir, perbuatan, sikap, ucapan, penglihatan, pendengaran, hati dan pikitran dan gaya hidup kita benar-benar menjadi gaya hidup Ramadhan yang diawali dengan gaya hidup sya’ban, gaya hidup yang penuh keberkatan, dan kebaikan – kebaikan yang terus bertambah, sebab makna berkah adalah kebaikan yang  terus menerus bertambah, Fa’tabiru ya lil albab.

Share This Post

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

More To Explore

Do You Want To Boost Your Business?

drop us a line and keep in touch

Discover more from ISTAID Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading