No. 1366 FIQH QURBAN

FIQH QURBAN

“ Dan telah Kami jadikan bagi kamu sekalian unta-unta ( disembelih dan diberikan kepada fakir miskin ) itu sebagian daripada syiar Allah “ ( QS. Al Haj : 36 )

Qurban adalah menyembelih binatang tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah pada waktu yang tertentu. Dimaksudkan dengan binatang tertentu adalah unta, sapi, kambing atau domba. Maksud hari tertentu adalah bermula dari pagi hari raya Idul Adha, 10 Dzul Hijjah sampai sore hari 13 Dzul Hijjah. Ibadah Qurban ini disyaratkan pada tahun kedua Hijrah bersamaan dengan disyariatkannya ibadah zakat dan shalat hari raya. Dalil perintah menyembelih hewan Qurban adalah berdasarkan ayat  dalam al Quran : “ Dan kerjakanlah shalat kepada tuhan kamu dan berkorbanlah “ ( QS. Al Kautsar : 2 ). “ Dan Kami jadikan unta untuk dberikan kepada fakir miskin itu sebagian daripada syiar “ ( Qs. Al Haj : 36 ). Dalam hadis Rasulullah bersabda : “ Tidak ada amal manusia pada hari raya Idul Adha yang lebih utama daripada menumpahkan darah hewan qurban. Pada hari kiamat nanti ia akan datang dengan segala tanduk, kuku, dan bulunya. Darahnya akan menitik di satu tempat di sisi Allah sebelum ia menitik ke bumi. Oleh karena itu lakukanlah penyembelihan itu dengan baik “ ( riwayat Hakim, Ibnu Majah, dan Tirmidzi ). Rasulullah sendiri melakukan ibadah qurban sebagaimana diceritakan oleh Anas : Rasulullah telah menyembelih qurban dua ekor kibasy yang putih dan bertanduk. Aku (Anas ) menyaksikan baginda meletakkan kakinya di atas belakang leher hewan tersebut sambil mengucapkan bismilah dan bertakbir, lalu baginda menyembelih sendiri kedua hewan tersebut “ ( riwayat Jamaah ).

 Hukum menyembelih qurban menurut jumhur ulama adalah sunat muakkad, sebab Rasulullah bersabda : “ Ada tiga perkara yang hukumnya wajib ke atasku dan sunat bagi kamu sekalian yaitu shalat witir, ibadah qurban dan shalat dhuha “ ( riwayat Ahmad ); dan hadis : “ Aku diperintahkan untuk menyembelih qurban dan ia sunat bagi kamu ( Tirmidzi ). Mazhab Hanafi menyatakan hokum menyembelih qurban adalah wajib bagi yang mereka yang mampu berdasarkan hadis : Siapa yang memiliki kelapangan rezeki tetapi dia tidak mau melakukan ibadah qurban, maka janganlah dia menghampiri tempat kami shalat ini “ ( riwayat Ahmad dan Ibnu Majah ).  Mampu bagi mazhab Hanafi adalah mereka yang memiliki harta sebanyak nisab zakat, sedangkan mampu bagi Mazhab Maliki adalah merka yang memilki kelebihan uang setelah keperluan selama setahun. Mampu bagi Mazhab Syafii adalah mereka yang memiliki harga untuk membeli hewan pada hari raya tersebut, dan mampu bagi Mazhab Hanbali adalah mereka yang dapat membeli hewan qurban pada hari itu walaupun dengan meminjam atau berhutang dengan syarat dia dapat melunasinya dengan segera ( Fiqih Islamiy,wa adillatuhu , Wahbah Zuhaily , jilid 3 , bab qurban ).

 Sekor unta, atau sapi dapat untuk ibadah qurban bagi tujuh orang berdasarkan hadis dari Jabir : “ Kami berqurban bersama Rasulullah semasa di Hudaibiyah dengan seekor unta atau seekor sapi untuk tujuh orang ( riwayat Jamaah ). Dalam hadis yang lain disebutkan : “ Kami keluar bersama Rasulullah dan kami berniat haji, maka Rasulullah memerintahkan kami supaya berkongsi ibadah qurban dengan seekor unta atau sapi, setiap tujuh orang untuk seekor unta “ ( muslim). Sedangkan hewan kambing, atau domba hanya dapat dilakukan untuk seorang, berdasarkan hadis : “ Rasulullah telah qurban seekor kibasy untuk dirinya dan keluarganya, dan juga menyembelih dua ekor kibasy yang putih dan bertanduk untuk Muhammad dan umatnya “ ( Abu Daud ).

 

 Umur hewan qurban kambing adalah dua tahun, sedangkan sapi adalah tiga tahun dan unta adalah lima tahun memasuki tahun keenam. Syarat hewan tersebut adalah hewan yang sehat, tidak cacat, dan tidak terlalu kurus, sebagaimana dinyatakan dalam hadis : Empat perkara yang tidak boleh ada pada hewan qurban : mata yang sangat rabun, sakit yang nyata, pincang dan sangat kurus seperti tidak memiliki lemak “ ( riwayat Ahmad dan perawi sunan ).

 Daging hewan qurban boleh dimakan oleh si pemilik qurban jika seandainya ibadah qurban itu bukan ibadah qurban wajib yang disebabkan oleh nazar. Jika hewan qurban itu karena nazar, maka si pemilik qurban haram memakan dagingnya. Ulama berpendapat daging qurban sebagian dimakan sendiri bersama keluarga, sebagian lain dibagi-bagi kepada kawan dan jiran, dan sebagian yang lain diberikan kepada faqir miskin sebagaimana dinyatakan dalam hadis : “ Rasululah menjamu makan untuk ahli keluarga baginda sebanyak sepertiga, dan menjamu jiran yang faqir sepertiga dan bersedekah kepada orang yang meminta-minta  sepertiga “ ( riwayat isfahani, hadis hasan ). Dalam hadis yang lain Rasulullah saw bersabda : “ Makanlah daging qurban tersebut, dan simpanlah, dan sedekahkanlah “. Walaupun demikian, jika ada masyarakat yangs angat memerlukan maka daging tersebut jangan disimpan berdasarkan hadis riwayat muslim : “ Aku melarang kamu menyimpan daging qurban melebihi tiga hari sebab ada orang arab kabilah Daffah yang ditimpa bencana, tetapi kini mereka telah diberi kesenangan maka kamu boleh menyimpannya lebih daripada tiga hari “.

 Kulit hewan qurban, lemak, atau bulunya dilarang dijual berdasarkan hadis : Siapa yang menjual kulit hewan qurban maka tidak ada pahala baginya “ ( riwayat Hakim ). Tetapi si pemilik qurban boleh menggunakannya atau mensedekahkannya kepada orang lain sebab Aisyah telah menggunakan kulit hewan qurbannya sebagai tempat air. Daging qurban juga tidak boleh diberikan kepada tukang sembelih sebagai upah berdasarkan hadis daripada sayidina Ali : “ Aku telah diperintahkan oleh Rasulullah supaya berada di atas badan unta semasa disembelih dan juga diperintahkan supaya membagi-bagikan kulit serta kain tutupnya. Aku dilarang daripada memberikan sedikitpun daripadanya kepada tukang sembelih “ Sayidina Ali menambahkan : “ Kami memberikan (upah) kepadanya tetapi bukan dari hewan qurban tersebut “ ( riwayat Ahmad, Bukhari dan Muslim ). Walaupun demikian, daging hewan qurban boleh diberikan kepada tukang sembelih, tetapi bukan sebagai upah, melainkan sebagai orang yang mendapat bagian daripada pembagian daging, atau sebagai hadiah yang layak menerima, bahkan lebih patut menerima sebab dia telah melakukan tugas sembelihan.

 Untuk menjadikan hewan qurban sebagai syiar agama Islam, sebagaimana dinyatakan dalam QS. Al Haj ayat 36, maka ulama mazhab Hanbali berpendapat bahwa orang kafir boleh mendapatkan bagian dari daging qurban sebagai hadiah, sedangkan menurut ulama Maliki hal terebut hukumnya makruh ( Fiqh Islami, Dr. Wahbah Zuhaily, jilid 3 , bab qurban ), sehingga hari raya qurban juga merupakan hari pelayanan umat Islam kepada umat yang lain. Tetapi bagi mazhab Syafii daging qurban tidak boleh diberikan kepada orang kafir sebab perbuatan qurban itu bersifat ibadah, dan ibadah hanya tidak dapat dilakukan oleh orang kafir.  Daging qurban juga boleh diberikan kepada penduduk negeri dan kampong yang lain dengan syarat bahwa penduduk kampung tersebut memang sangat memerlukan daripada penduduk kampong si pemilik qurban.

Ada pendapat yang melarang sahibul qurban untuk memotong kuku sampai dia menyembelih hewan qurban dengan dalil hadis : “Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzul Hijah (maksudnya telah memasuki satu Dzulhijah, pen) dan kalian ingin berqurban, maka hendaklah orang yang akan menyembelih hewan qurban membiarkan (artinya tidak memotong) rambut dan kukunya.”Hadis diriwayatkan oleh jamaah. Menurut jumhur ulama larangan ini bukan larangan haram, tetapi larangan makruh sebab ada hadis riwayat Bukhari dan Muslim, disampaikan oleh Aisyah bahwa bahwa Nabi pernah berqurban dan beliau tidak melarang apa yang dihalalkan hingga beliau menyembelih hewan qurbannya di Makkah. Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa perkara ini merupakan masalah khilafiyah, dimana setiap orang harus menghormati pendapat yang lain, dan tidak boleh memaksakan pendapatnya kepada yang lain.

Demikian juga ulama berbeda dalam hukum menyembelih hewan qurban untuk orang yang telah meninggal dunia. Sebagian  mazhab Syafii, dan mazhab Maliki menyatakan bahwa hewan qurban tidak boleh diniatkan kepada orang yang telah meninggal dunia berdasarkan  ayat : “ Sesungguhnya seseorang manusia itu tidak mendapat apa=apa melainkan dari apa yang diusahakannya “ ( Surah an Najm : 39 ) kecuali jika si mati tersebut meninggalkan wasiat untuk berqurban. Sedangkan sebagian ulama lain menyatakan bahwa hewan qurban boleh diniatkan kepada orang yang telah mati, berdasarkan qiyas terhadap hadis sahih yang menyatakan bahwa sedekah seseorang itu sampai kepada si mati. Hal ini dipegang oleh sebagian ulama mazhab Hanafi, Hanbali dan ulama pengikut mazhab syafii   seperti imam nawawi.dan lainnya.  Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa masalah qurban kepada si mati adalah masalah khilafiyah, dimana setiap mazhab dan pendapat mempunyai dalil masing-masing, maka sebaiknya umat , mazhab dan kelompok dapat menghormati pendapat mazhab dan kelompok yang lain dan menjauhkan diri dari pertengkaran pendapat, sebab hukum qurban adalah  sunat, sedangkan pertengkaran adalah perbuatan yang haram, dan menjaga persaudaraan adalah wajib. Fa’tabiru Ya Ulil albab. .

 

Share This Post

Subscribe To Our Newsletter

Get updates and learn from the best

More To Explore

Do You Want To Boost Your Business?

drop us a line and keep in touch

Discover more from ISTAID Center

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading